Demo Blog

Keadilan hukum adalah kesengsaraan bagi rakyat

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


“Keadilan adalah mimpi bagi rakyat jelata. Sebaliknya, keadilan mudah dipemainkan oleh mereka yang berduit”


Banyak orang kecil tak berani mengadukan masalahnya ke penegak hokum. Mereka khawatir justru dengan melapor, merak akan kehingan banyak uang. “lapor kehilangan ayam, uang hilang malah kambing” inilah sepenggal pameo yang beredar dimasyarakat. Sudah menjadi rahasia umum, semua pakai uang. Maka bagi mereka yang tidak punya uang, ya harus menerima nasib: dihukum dan dan ditempatkan dipenjara yang pengap. Sebaliknya mereka yang berduit, bisa bebas. Kalaupun dipenjara, masih bisa memilih kamar dan fasilitas layaknya dirumah sendiri.

Belum lagi banyaknya mafia peradilan ditubuh hukum Indonesia. Sepak terjang mafia hukum mudah dirasakan tapi sulit sekali dibuktikan karena sistem hukum yang sangat rusak. Mereka sangat lihai dalam memainkan perkara dan memiliki jaringan yang sangat luas. Ada dikepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga Mahkamah Agung. Adanya sogok, jual beli perkara, itu semua hanyalah gejala atau tanda keberadaanya. Banyak kasus hukum yang sudah punya bukti lengkap tetapi didalam sidang malah kalah, berarti ada mafia hukum yang main disitu. Gejala lainnya yang membuktikan adanya mafia hukum dalam peradilan adalah polisi sering juga memaksa-maksa saksi untuk mengatakan sesuatu. Memaksanya tidak harus pakai pistol tapi lebih halus lagi misalnya membuat saksi menunggu tanpa kejelasan berapa lama, dibuatnya saksi tidak merasa nyaman. Karena ingin cepat beres dan segera pulang, akhirnya saksi menuruti apa yang diarahkan polisi. Kalau kita (baca: mahasiswa) mungkin tidak merasakannya, tapi masih ada contoh kecilnya kalau kita kekantor polisi bikin surat kehilangan KTP atau SIM pasti akan keluar uang banyak. Apakah polisinya maksa? Kan tidak. Cuma kalau tidak memberinya duit, polisinya bilang “ini bukan jam kerja, nanti sore saja”.

Namun contoh diatas hanyalah sedikit dari korupsi kecil-kecilan ditubuh birokrasi kita. Jika ingin lihat para koruptor yang lebih professional alias kelas kakap lebih banyak lagi, targetnya bukan lagi juta tapi sudah sampe Triliyun. Berbagai kasus ditanah air menunjuk hal itu. Eddy Tansil, misalnya, cukong ini bisa melanggeng dari LP cipinang dengan leluasa. Caranya dengan membayar sipir penjara hanya beberapa juta. Pembobol Bapindo sebesar 1,3 Triliyun ini lepas begitu saja ke luar negeri, kabarnya ia ada dicina. Setelah itu giliran Hendra Raharja, kakak kandungnya, yang melarikan diri ke Australia. Padahal bos Bank Harapan Sentosa menilap dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) sebanyak 3,6 Triliyun.

Begitupun dengan kasus Anggodo Widjoyo yang dengan congkaknya bisa mengatur aparat penegak hukum dengan uangnya. Ia pun dibantu para pengacara yang bertindak sebagai makelar kasus (Markus). Semua terungkap sangat gamblang dalam rekaman yang diputar KPK di mahkamah konstitusi (MK). Lebih aneh lagi dalam kasus kriminalisasi anggodo tidak ditahan sebagaimana dengan pemimpin KPK yang ditahan, sehingga banyak muncul sentiment “kalau Anggodo ditahan, dia akan ‘menyanyi’ dan nyayiannya akan lebih keras dari Wiliardi Wizard yang mengaku bahwa dia ditekan untuk membuat berita acara (BAP) dalam kasus Antasari Azhar. Nuansa mafia hukum akan lebih terasa lagi bila melihat ternyata KPK berupaya untuk mempermasalahkan kasus Bank Century yang melibatkan Boediono dan Sri Mulyani (menteri Keuangan).

Terakhir, dalam kasus bank Century, sungguh aneh kasus bailout sebesar 6,7 Triliyun rupiah ini sampai sekarang dibiarkan menggantung oleh pemerintah. Eh…belum-belum kejaksaan Agung yang diharapkan berinisiatif membongkar kasus ini malah sudah menyatakan tidak ada masalah hukum dengan BLBI ke Bank Centuty. Bahkan mereka mulai merekayasa kasus korupsi ini agar tidak menjadi kasus kriminal, yaitu dengan menyatakan bahwa ini dilakukan untuk menyelamatkan Ekonomi nasional, ini merupakan persekongkolan politik tingkat tinggi dipemerintahan kita.
Boediono, Gubernur BI saat itu, sampai saat ini tetap memghirup udara bebas. Bandingkan dengan gubernur BI lainnya yang sama-sama berbuat hal serupa dengan nominal hampir delapan kali lipat dibawahnya. Syahrir Sabirin, ketika menjadi gubernur BI mengeluarkan uang Rp 900 miliyar untuk Bank Bali, bahkan dia tidak mengambil sepeserpun tetapi masuk bui. Kemudian Abdullah ketika menjadi Gubernur BI Rp 100 miliyar juga masuk bui. Tapi aneh dengan Boediono menandatangani 6,7 triliyun tapi malah masuk “Istana”

Semua kejadian ini harus menjadi pelajaran penting bagi kita, hal ini memperlihatkan kebobrokan system dan rezim sekarang. Kita melihat bagaimana instansi pemerintahan yang seharusnya menjadi penegak hokum, justru pelanggar hokum. Korupsi suap-menyuap, makelar kasus, mafia peradilan sudah bersarang ditubuh pemerintahan. Bagaimana mungkin mereka bisa dan dipercaya menegakkan keadilan dan memberantas kejahatan, sementara tubuh mereka penuh dengan penyakit yang menjijikkan itu.

Kondisi sekarang pernah digambarkan Rasullulah Saw. Zaman yang penuh dengan penipu dimana orang tolol diserahi mengurus urusan umat (baca:rakyat). Sabda Rasulullah: “ Akan datang kepada manusia zaman penuh penipu. Ketika itu orang dusta dibenarkan, sebaliknya yang benar didustakan; orangyang berkhianat diberi amanat, dan sebaliknya yang dipercaya dikhianati. Ketika itu yang berbicara adalah mereka orang bodoh yang diserahi untuk mengurusi urusan umat”.

Apa yang terjadi sekarang merupakan bukti kebobrokan dari hukum jahiliyah yang bersumber dari hukum jahiliyah yakni kapitalisme-sekuler. Kapitalisme-sekuler telah mencampakkan agama hanya untuk urusan individual, ritual, dan moralitas. Sementara masalah politik, ekonomi, hukum, dan urusan publik lainnya diserahkan kepada hawa nafsu manusia dengan asas manfaat untuk kesenangan materi. Dimana semua diukur dari materi baik berupa harta ataupun jabatan. Materi pun kemudian menjadi dewa yang menjadi tujuan hidup. Tidak lagi melihat halal dan haram, apakah merugikan rakyat atau tidak, apakah menghancurkan Negara atau tidak, demi mengejar materi semua dilanggar. Bahkan membunuh sekalipun tidak masalah untuk mengejar materi.

Manusia menjadi makhluk buas dan rakus yang mengerikan sekaligus menjijikkan. Inilah pangkal mafia peradilan dan maraknya korupsi. Dalam kondisi seperti itu wajarlah kemudian pemilik modal menjadi raja. Cukong-cukong kapitalis yang memiliki banyak modal bisa mengatur segalanya dengan uang. Mulai dari jaksa, hakim, polisi, sampai aparat KPK bisa diatur oleh orang seperti Anggodo. Tidak sampai disitu, sistem demokrasi melegalkan kebobrokan ini dengan menciptakan Negara korporasi. Negara dimana elit politik dan pemilik modal menjalin hubungan mutualisme yang saling menguntungkan bagi mereka tapi merugikan bagi rakyat.

System demokrasi yang dikenal mahal karena pemilunya membuat pemilik modal sangat berkuasa dan sangat dibutuhkan untuk mendukung kemenangan elit politik. Setelah berkuasa, sebagai balas budi, elit politik baik dilegislatif maupun eksekutif membuat kebijakan yang menguntungkan pemilik modal. Tidak mengherankan kalau di Indonesia lahir UU Migas, UU penanaman modal, UU ketenagalistrikan, dan lainnya yang semuanya berpihak padapemilik modal. UU ini kemudian terbukti menjadi jalan bagi perampokan kekayaan Negara oleh asing sekligus sumber penderitaan rakyat.

Jika kita benar ingin menghilangkan Korupsi dari bumi Indonesia, maka selain membersihkan birokrat yang korup, negeri ini juga harus mengganti sistem yang korup, yaitu sekuler kapitalistik ini. Sebagai gantinya adalah sistem syariah yang secara pasti senantiasa akan mengkaitkan semua derap hidup manusia di semua aspek kehidupan dengan keimanan kepada Allah Swt. Disinilah relevansi kira sebagai kaum intelektual dan pelopor perubahan untuk menyerukan: Selamatkan Indonesia dengan Syariah. Bersihkan Indonesia dari birokrat yang korup.

Apakah yang membuat para bedebah itu makin kuat dan sulit disentuh hukum? Sebenarnya para bedebah itu tidak sekuat yang kira bayangkan sehingga sulit untuk dikalahkan (baca: diberantas). Namun mereka tetap kokoh dikursi kekuasaan itu akibat kesalahan kita sendiri karena lebih memilih diam daripada turun untuk menyuarakan ketidakadilan ini. Padahal kalau kita mau merunut pada reformasi 1998 dimana semua elemen pergerakan mahasiswa turun untuk melengserkan Soeharto yang sangat korup dan otoriter dari kursinya itu bisa terjadi. Jadi apa lagi yang anda tunggu…. Oleh karena itu Ganti Sistem dan Rezim itu merupakan suatu keniscayaan kecuali kita untuk memilih diam. Apakah kita masih mau berharap pada reformasi? Tentu saja tidak karena reformasi sudah mati, tapi jangan terlalu khawatir, masih ada ‘kakak’nya reformasi yaitu REVOLUSI. Sudah saatnya perubahan sistemik dan fundamental untuk Indonesia yang lebih baik.
Wallahu alam bishwab.
0 komentar more...

0 komentar

Posting Komentar

Looking for something?

Use the form below to search the site:

Still not finding what you're looking for? Drop a comment on a post or contact us so we can take care of it!

Links