Demo Blog

Tawuran Mahasiswa yang Menjadi Prestasi kami

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


Agenda mahasiswa ‘preman’ kembali menjadi tajuk utama setiap media massa. eksperimen ‘hujan meteor’ buatan mahasiswa menjadi perbincangan civitas akademika maupun masyarakat. Memiliki status mahasiswa yang selalu menjadi impian para pemuda ini ternyata memang menarik. Begitu banyak perubahan yang terjadi seiring perkembangan zaman. Mungkin kita pernah mendengar cerita-cerita dari mahasiswa-mahasiswa terdahulu. Jadi mahasiswa itu cap intelek, pinter, cerdas, dan kritis. Apalagi melihat aksi reformasi tahun ’98 lalu, penggeraknya kan mahasiswa (bukan preman). Pokoknya, mahasiswa itu dianggap makhluk yang istimewa dan pahlawan, khususnya di Indonesia. Mahasiswa, menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Perubahan Sosial”, adalah the one and only efficient opposant in the world (satu-satunya pengemban amanah oposan yang paling efisien didunia). Kenapa demikian? Sebab, mahasiswa memiliki idealisme tinggi, semangat merealisasikan tujuan perjuangan serta punya kesiapan dan pengorbanan untuk mewujudkannya. Jika semua ini lekat dalam seorang mahasiswa, dialah mahasiswa sejati.

Namun maaf saja, itu semua hanya mahasiswa zaman kuno. Mahasiswa dizaman modern lebih maju lagi. Dalam pengembangan diri, kami lebih memilih menggunakan otot dibandingkan dengan otak. Jadi jangan heran ketika begitu banyak pengkaderan-pengakderan yang memakan korban, mulai dari cedera psikologi sampai cedera fisik. Hal itu adalah bagian perubahan yang kami lakukan untuk menciptakan tatanan sosial yang baru. Segi intelektual & spiritual kami kikis secara perlahan-lahan. Setelah sukses dengan agenda hura-hura & hedonisme, saat ini ‘ekskul tawuran’ sedang dipropagandakan agar menjadi gaya hidup, untuk itu jangan heran kalau kegiatan tawuran makin hari makin meningkat.

Dalam setiap pengkaderan kami menanamkan di kepala MABA bahwa fakultas A, B, C & D itu adalah musuh dengan sedikit mendramatisir kejadian yang telah dilakukan para pendahulu. Jadilah kami memiliki massa yang setiap saat bisa diprovokasi & digerakkan untuk melakukan eksperimen hujan meteor. Cukup dengan ketukkan ditiang besi maka bermuncullah dari setiap sudut orang untuk berkumpul di ‘jalur gaza’. Permusuhan antara fakultas menjadi pembicaraan yang selalu kami jejali dikepala mahasiswa walaupun tanpa ada alas an yang logis apa landasannya. Cukup dengan menceritakan kejadian-kejadian terdahulu yang tidak ada sangkut pautnya dengan mahasiswa zaman sekarang. Bahkan walaupun itu cuma masalah pribadi pasti akan kami jadikan alat untuk mengaplikasikan ide-ide kami.

Dilain sisi bagi sebagian orang mungkin memiriskan hati, jika melihat bagaimana mahasiswa telah mengalami metamorfosis sedikit demi sedikit namun pasti. Pergerakan yang dahulu suci dibalut dengan kentalnya nuansa intelektual, ternyata saat ini lambat laun berubah menjadi aksi anarkis yang tak lagi mengedepankan nalar positif. Mengatasi berbagai permasalahan dengan otot dianggap lebih rasional ketimbang menyelesaikannya dengan otak. Komunitas mahasiswa yang dianggap sebagai komunitas orang “berotak encer” yang memiliki tingkat intelektualitas diatas rata-rata ternyata melakoni episode yang mereka beri judul sebagai “perjuangan menuju perubahan” namun dalam skenarionya disisipi noda hitam kekerasan, ketika kontraksi otot mengalahkan logika akal sehat. Namun itu hanya pandangan minoritas. Dalam dunia demokrasi ‘kebenaran’ itu ditentukan oleh mayoritas. Ketika mayoritas berpandangan bahwa alkohol itu baik tentu saja sah-sah saja kita menjualnya, ketika mayoritas berpandangan tawuran itu baik maka sah-sah saja untuk melakukannya.

Pengorbanan yang kami dapat dari tawuran tidak seberapa parah dibandingkan dengan ‘prestasi semu’ yang ingin kami capai. Dari yang cedera ringan seperti kepala bocor, gigi patah, gusi berdarah & sariawan hingga cedera berat. Namun kami cukup puas dan terhibur apalagi berhasil memukul mundur lawan kami, cukuplah bagi kami memiliki pengalaman & romantisme tawuran untuk diceritakan pada generasi berikutnya. Sekalian tempat melampiaskan rasa stress akibat tugas yang menumpuk. Fasilitas kampus yang rusak tidak kami pedulikan, untuk apa memikirkan semua itu. Otak kami sudah terlalu tumpul untuk berpikir. Kemampuan otak Patrick Star hampir setara dengan kami hanya saja kebodohan Patrick membuat orang tertawa dibandingkan kami yang membuat kesal birokrat kampus dan alumni yang sedang mencari kerja. Peduli setan dengan hal seperti itu ‘mereka’ lah yang mengajarkan & mencontohkannya.

Tapi masih ada saja sebagian mahasiswa (minoritas ini nah) yang selalu mengajak mahasiswa untuk melakukan perbaikan dengan mengkonsepkan model kebudayaan yang lebih humanis. Namun, Kami opinikan kepada khalayak bahwa mereka akan merusak ‘kultur’ organisasi, tidak punya solidaritas, loyalitas, dll. Mahasiswa ini selalu mengingatkan bahwa mahasiswa itu adalah Agent of change, moral force & sosial of control. Namun kami membantahnya dengan mengatakan itu hanya kerjaan mahasiswa pergerakan alias pergerakan mahasiswa berbasis ideologi. Bagi kami saatnya paradigma ‘basi’ itu dirubah dengan membuat slogan baru yaitu mahasiswa adalah Agent of Chaos, Amoral Force & Asosial control.

Bagi yang sepakat dengan ‘ekskul tawuran’ teruslah bergerak, ajak dan dongengkan terus dikepala generasi berikutnya agar kegiatan ini bisa dilaksanakan lebih besar lagi. Dari sekedar lempar batu bisa berkembang menjadi lempar bom Molotov, dari hujan batu menjadi hujan panah, dari memukul pakai bambu menjadi pakai parang atau samurai. Intinya mari kita bergerak dari tawuran ke perang. Simulasi & persiapan di sekret-sekret mari kita galakkan. Perlihatkan sejumlah senjata yang telah kalian persiapkan dibunker-bunker & tempat lainnya untuk menambah semangat dan militansi generasi anda. Katakan pada mereka bahwa aktivitas ini adalah bukti solidaritas & loyalitas anda pada lembaga. Ha..ha..ha…inilah ekspresi yang mungkin didapatkan ketika para mahasiswa sudah saling melempar & menghujat.

Entah dari mana pertanyaan yang sedikit mengkhawatirkan kami. Beberapa hari setelah tawuran tersebut, segelintir mahasiswa baru atau mahasiswa yang masih sempat berpikir sejenak bertanya pada kami “ka’ kenapa begitu banyak media massa yang menilai bahwa kampus ini buruk akibat adanya tawuran. Padahal ‘kita’ bilang itu adalah bukti solidaritas dan patut kita laksanakan sebagai bentuk loyalitas terhadap lembaga” sang senior sedikit kaget dan menjawab “Begitulah media selalu saja menjelek-jelek kan fakultasmu de’, kemarin saja kita punya prestasi dengan menjuarai lomba karya ilmiah tidak pernah diliput media”. Sang Maba ber”Ooo…” ria. Jelaslah citra kampus anda tetap jelek, ibarat cat hitam 100 kg dicampur dengan cat putih 1 gr dan berharap warnanya menjadi warna putih. Prestasi yang hanya dilakukan oleh 4-5 orang mau ditutupi dengan tawuran yang melibatkan 200-300 orang dengan intensitas setahun bisa sampai 2-3 kali . Tapi untung saja maba itu tidak mampu berpikir terlalu jauh, itulah guna dari pengkaderan kami yang berbasis kekerasan psikologi & fisik dibandingkan pembinaan intelektual agar semua ‘omong kosong’ kami bisa diterima.

Masyarakat luar kampus boleh beranggapan bahwa yang kami lakukan sungguh jauh dari akal manusia. Tapi kami disini begitu menikmatinya, bersendau gura dan menceritakan kembali tawuran yang dilakukan sungguh menarik. Masyarakat kampus sudah terbiasa dengan hal ini dan tidak ada yang aneh, kalau pun ada yang sinis dan mengecam itu hanya sikap kemunafikan saja. Buktinya setiap tawuran para civitas academika menikmatinya layaknya acara hiburan. Lihat saja lantai-lantai gedung bertengger manusia baik itu mahasiswa, dosen maupun birokrat kampus untuk dijadikan tontonan menarik namun ada juga yang prihatin. Tapi entah kenapa mereka ini hanya bisa menonton saja, tidak ada upaya untuk menghalangi atau mengingatkan kami. Padahal Ketika diruang kuliah mereka mampu membuat kami tunduk dan patuh terhadap segala macam perintahnya. Apakah mungkin bimbingan yang diberikan hanya sebatas ruang kuliah saja? entahlah mungkin cuma Tuhan yang menciptakan alam semesta yang tahu.

Hanya satpam dan beberapa pejabat birokrat bagian kemahasiswaan saja yang mencoba menghalangi itupun tidak kami hiraukan karena sejak awal pengkaderan kami dibimbing & membimbing untuk membenci satpam tersebut. Kami merasa bebas untuk berbuat dan bertingkah laku tanpa ada rasa takut terhadap petugas yang mencoba menindaki kebebasan kami yang menggangu orang lain ini. Kebebasan yang digemborkan-gemborkan oleh kaum berpaham liberal membuat kami tidak peduli & takut terhadap ancaman apapun. Termasuk didalamnya takut kepada Sang pencipta Alam semesta ini. Negara kita saja tidak mau taat & patuh terhadap Aturan yang diturunkan Tuhan, realitas ini mengajarkan kami bahwa tidak perlu tunduk & patuh kepada Tuhan pencipta Alam. Ketuhanan & moral yang diajarkan oleh lembaga pendidikan Negara tidak mampu memberikan kedewasaan kepada kami. Jadi jangan heran kalau pemahaman itu tidak bisa menjadi pedoman hidup karena kami menganggap itu semua hanya ‘omong kosong’ saja & tidak ada landasan kebenarannya. Mau bukti, Coba perhatikan saat anda mempelajari pelajaran agama dikatakan Tuhan itu hanya satu yaitu Allah Swt & agama yang benar itu Cuma Islam. Namun dipelajaran pancasila diajarkan bahwa agama yang benar itu ada 6 (enam). Pusing nich…mau jawab apa nanti kalau ujian final terpaksa saya harus munafik. Pada saat ujian agama saya menjawab hanya Islam lah ajaran benar dan saat final pancasila saya menjawab semua agama ‘benar’ yang kebenarannya ditentukan oleh suara terbanyak kemudian ditetapkan oleh ‘katanya’ perwakilan rakyat . Masih banyak lagi kemunafikan yang diajarkan bangsa ini, katanya miras, zina, riba itu haram tapi difasilitasi oleh Negara. Sekali lagi tidak usah heran dengan kekacauan Negara ini apalagi sok-sok bicara ajaran moral.

Sebenarnya dalam hati kecil ini masih tersimpan sedikit rasa bersalah, akan tetapi ego ini lebih besar ditambah rayuan setan yang kuat membuat kami ‘tuli’ terhadap suara hati nurani yang terus berteriak-teriak. Mudah-mudahan saja hati nurani ini tidak menjadi bisu sehingga sirnalah harapan kami untuk kembali ke jalan yang lurus. Para ahli psikologi menilai bahwa tawuran sering terjadi karena para anak muda ini punya energi yang cukup besar untuk membela atau mempertahankan sesuatu, hanya saja mereka bingung energi yang besar ini mau dikemanakan. Sehingga semangat muda yang menggebu-gebu ini kebanyakan tersalurkan dalam kegiatan tawuran. Pernah saya mendengar diskusi di salah satu sudut kampus yang membicarakan bagaimana pada zaman kekhilafahan Islam semangat pemuda disalurkan dalam bentuk jihad. Ketika ada kaum penjajah yang menyerang atau ada daerah yang akan dibebaskan para pemuda ini menjadi garda terdepan. Mereka belajar ilmu silat, persenjataan, ilmu alam, dll untuk menyebarkan & membela Islam. Beda dengan zaman sekarang para pemuda melatih olahraga & ilmu bela diri (termasuk menembak) hanya untuk dijadikan ajang lomba semata alias mengejar popularitas individu. Dilain sisi saudara mereka dibantai dipalestina tapi penguasa Negara lebih memilih menyalurkan potensi pemuda ini hanya untuk merebut keping-keping logam. Seandainya saja semangat pemuda ini disalurkan membebaskan daerah-daerah terjajah.

Bagi rekan-rekan media massa tidak perlu lagi untuk mengekspos lagi tawuran kami. Kalau dalam istilah jurnalistik ‘bad news it’s good news’ dan mungkin perbuatan ‘bad’ kami bisa menjadi ‘good news’ bagi anda. Namun dunia sudah berubah, jika mahasiswa yang tawuran itu hal yang biasa tapi jika tukang becak yang tawuran itu baru yang luar biasa. Jadi berhentilah meliput tawuran kami, saya kira anda cukup paham.
0 komentar more...

KEBANGKITAN BANGSA TANPA 'Dragon Ball'

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


(“….Untuk bisa membangkitkan pikolo, krilin & semua penduduk dari kematiannya kita harus mencari ke-7 dragon ball” kata Burma…..”)



Kalimat di atas adalah Sepenggal pembicaraan pada komik dragon ball yang mungkin teman-teman pencinta kartun sejak anak-anak ataupun sampai sekarang tidak lupa pada cerita komik tersebut. Komik yang ditulis oleh Akira Toriyama ini menceritakan perjuangan para ksatria bangsa Saiya di muka bumi melawan para pengacau yang ingin merusak & menghancurkan bumi. Tapi ada yang menarik dalam komik tersebut yaitu adanya bola naga yang bisa mengabulkan permintaan apapun bahkan membangkitkan orang yang sudah meninggal.

Dalam kepala ini mulai ‘berfantasi’ seandainya saja bola naga itu benar-benar nyata aku ingin meminta Indonesia bangkit dari keterpurukannya. Kemiskinan, kebodohan, kriminalitas, demoralisasi, dsb segera hilang di muka bumi ini. Saya menjadi sang tokoh pahlawan yang mampu berubah menjadi super saiya 9 untuk menghadapi para pendukung kapitalisme. Namun apa daya semua itu hanyalah khayalan belaka, dunia kenyataan tidak semudah yang dibayangkan. Apakah mungkin Indonesia ini bisa bangkit dan menjadi bangsa yang maju tanpa bantuan bola naga? Tentu saja bisa.

Entah sudah berapa tahun Indonesia ini memperingati hari kemerdekaannya, entah sudah berapa tahun pula terus memperingati hari kebangkitan nasional. Namun kenyataan masih jauh dari arang. Tujuan bangsa dan Negara yang tercantum dalam UUD 45 hanya menjadi slogan & ‘pemanis’ belaka. Bahkan ada yang mengatakan bangsa kita ini belum merdeka, yang lebih menyakitkan lagi yang mengatakan tanggal 20 mei nanti kita akan memperingati hari ‘kebangkrutan’ nasional. Namun semua pernyataan diatas tidak patut dipersalahkan juga melihat kondisi realitas bangsa ini.

Muncul di benak kepala kita, apa sih yang menyebabkan bangsa ini belum bisa bangkit? Saya yakin tidak mungkin kita mencari jalan pintas dengan mengumpulkan ‘bola naga’ karena semua itu hanyalah khayalan dalam komik dragon ball. Apa sih yang menyebabkan suatu bangsa mengalami kebangkitan & kebangkrutan? Ibarat manusia yang mengalami fase mulai dari kelahiran, masa balita, remaja, dewasa & kembali ke rahmatullah. Begitupun dengan peradaban suatu bangsa yang menurut Ibnu khaldun dalam bukunya yang sangat fenomenal Muqaddimah mengatakan bahwa sebagaimana manusia peradaban juga memiliki fase dari lahir hingga ‘wafat’.

Menurut pendapatnya, ketika peradaban suatu bangsa lahir, ia begitu sederhana. Ia tampil penuh kesahajaan. Ia di jalankan oleh orang-orang yang kuat. Karena kesahajaan ini membuat orang-orang itu mencurahkan energi mereka terfokus bagi tegaknya masyarakat. Mereka merupakan orang-orang yang sederhana, fokus pada tujuan kolektif, serta penuh solidaritas, loyalitas & senioritas (adakah…!). Dan karena itulah masyarakat mempunyai fondasi sehingga sangat kuat untuk berdiri. Inilah generasi perintis. Berikutnya dari generasi yang sangat kuat ini mewariskan pada generasi berikutnya yang relatif lebih lemah. Bagaimanapun mereka bukanlah orang-orang yang punya kesahajaan setingkat generasi pertama. Walau demikian, mereka masih merupakan orang-orang kuat karena sanggup membangun masyarakat berdasar fondasi yang diciptakan generasi pertama. Karenanya generasi ini disebut juga sebagai generasi pembangun.

Generasi ketiga & keempat lebih lemah lagi. Ini karena kemewahan sudah menjangkiti mereka. Energi mereka terpecah antara menjaga masyarakat & memenuhi selera individu. Mereka mulai menjauh dari totalitas kerja lebih suka mengahabiskan dengan hal yang sia-sia misalnya saja main domino sampai ‘bodo’, nongkrong tidak karuan, dsb. Namun, mereka masih lumayan kuat. Mereka masih sanggup menjaga masyarakat dan Negara dengan aturan dan kultur yang telah di siapkan oleh para senior terdahulu maksudnya kakek dan ayah mereka. Jadilah generasi ini disebut sebagai generasi penjaga kultur. Pokoknya di jaga saja walaupun tidak di pahami, walaupun sudah ada tradisi yang tidak relevan lagi, mereka ini generasi yang bodoh sekaligus malas berpikir dan tidak mau melihat realitas. Begitupun generasi kelima seperti halnya generasi keempat. Hanya jauh lebih parah. Inilah generasi penghancur.

Ternyata yang membuat peradaban itu bisa hancur dimulai dengan munculnya ‘penyakit’ kemewahan. Adanya kemewahan inilah yang membuat peradaban makin lama makin rapuh. Jika pada generasi awal suatu bangsa di rintis oleh para petani, buruh, guru, dokter, pedagang, ENGINERING, dsb yang penuh loyalitas dan kesadaran terhadap negaranya. Dan mengalami perkembangan pada generasi kedua. Kemewahan yang diwariskan oleh generasi pertama & kedua membuat aktivitas generasi ketiga tidak semilitan generasi terdahulu. Pada generasi ketiga Yang menjadi tulang punggung perekonomian bukan lagi para petani, buruh, pedagang seperti generasi pertama & keduas. Mereka sudah tidak dihargai sebagaimana hasil yang mereka lakukan. Maksudnya karena kehidupan mulai mewah maka bermuncullah para ‘penghibur’ yang membuat generasi ini terlenakkan. Gaya hidup hedon dan permisif (serba boleh) mulai melanda generasi ini.

Para penghibur ini mendapatkan penghargaan yang lebih. Para penghibur yang dimaksud seperti para aktris, penyanyi, tukang sulap, pemain sepak bola, dan sejenisnya. Mereka ini bermunculan ketika suatu peradaban mulai agak sedikit bagus dan biasanya ada pada generasi ketiga. Mereka mendapat penghargaan lebih dibandingkan para buruh atau guru. Misalkan pemain bola atau aktris mendapatkan gaji yang tinggi kira-kira sekali tampil bisa 20-50 jutaan, dibandingkan dengan gaji guru, petani atau buruh sebagai tulang punggung ekonomi hanya sekitar 1-3 jutaan perbulan itu pun sudah maksimal. Realitasnya gaji para penghibur lebih besar lagi coba saja cek penghasilan Kaka, Bekcham, Bambang Pamungkas, Olga, Luna maya, dsb yang bisa sampai ratusan juta bahkan milyaran. Padahal aktivitas mereka hanya menghibur yang dibilang tidak terlalu siginfikan untuk pembangunan ekonomi riil. Bahkan bisa dikatakan mereka ini penyakit masyarakat, karena menimbulkan kemalasan dalam suatu masyarakat, tapi entah mengapa penyakit masyarakat ini mendapat penghargaan yang lebih. Inilah dunia neo jahiliyah yang diakibatkan sekularisme ketika manusia menjadi tuhan dalam menentukan aturan kehidupan, nafsu diperturutkan.

Bahkan lebih parah lagi para penghibur ini suatu saat akan menjadi perwakilan/pemimpin dari negeri tersebut. Mungkin ini yang dialami pada generasi kelima(baca: generasi penghancur). Bisa bayangkan jika para aktris atau bintang porno (termasuk penghibur ini) bakalan jadi pemimpin, inilah tanda bahwa bangsa anda segera akan hancur, dan akan di gantikan oleh peradaban baru yang lebih beradab. Dinegeri Indonesia kayaknya hal itu ‘belum’ ada tanda-tanda (btw…ada yang tahu kabarnya Ayu Azhari & Julia perez sekarang).

Ternyata ada yang bilang, “bangsa ini telah ‘wafat’ jadi kami ingin membangkitkannya kembali”. Saya punya solusi untuk itu, marilah kita mengumpulkan ke-7 bola naga (just kidding). Permasalahan bangsa ini sangat kompleks, semua tubuhnya bermasalah, ekonomi kapitalistik, pendidikan sekuler-materalistik, politik pragmatis, birokrat pemerintahan amoral & korup, budaya permisif & hedonistik, hukum dzalim, pokoknya semuanya bermasalah. Jadi kalau semua aspek sudah bermasalah artinya permasalahan bangsa adalah permasalahan sistemik dan solusi yang diberikan harus solusi yang sistemik pula. Selama ini permasalahan bangsa selalu diselesaikan secara parsial saja, ekonomi saja dulu atau pendidikan sja atau politik saja. Padahal melakukan hal itu sama dengan menambal sulam pada baju yang sudah tua dan layak diganti. Untuk itu jika bangsa ini mau bangkit lakukan perubahan secara radikal dan menyeluruh yaitu dengan mengganti Rezim dan sistem. Hal ini yang perlu di pahami oleh seluruh elemen masyarakat yang ingin membawa Indonesia menjadi lebih baik. Tanpa perubahan secara mendasar negeri tidak akan pernah bangkit.

Bagi pembaca yang sedikit kurang paham tulisan ini, biasanya hal itu disebabkan kurang baca Koran, kurang nonton berita, kurang mengikuti diskusi publik atau seminar, kurang bergaul dengan ideologi, kurang kepekaan terhadap masyarakat, kurang peduli terhadap problematika bangsa atau kuper dengan politik negeri ini. Tapi mudah-mudahan bisa dimengerti, soalnya penulis mau melanjutkan ke pembicaraan yang lebih filosofis tapi masih mengganjal dalam pikiran “apakah nantinya pembaca paham, untuk apa menulis sesuatu yang sulit dipahami oleh ‘pasar’ ” untuk sementara di ‘pending’ dulu (penilaian subjektif penulis akibat melihat tingkah laku & aktivitas mahasiswa yang semakin jauh dari sifat-sifat kemahasiswaannya).

Bangsa ini selalu berharap pada pemuda untuk berjuang segenap tenaga membangkitkan lagi bangsa ini. Kampus sebagai tempat berkumpulnya kaum pemuda yang tercerdaskan (teorinya begitu) seharusnya mau bergerak dan berpikir untuk itu. Tapi entah mengapa kondisi kemahasiswaan sangat memprihatinkan. Mungkin generasi ini termasuk generasi keempat yang bisanya Cuma senang-senang. Tidak individu maupun lembaga kemahasiswaan sama saja, semuanya sudah terjangkiti virus hedonisme, apatis (acuh tak acuh) & permisif. Ruang-ruang diskusi makin hari makin sedikit, dialog kemahasiswaan hampir tidak ada, pejuang-pejuang pena (termasuk saya nah..hi..hi..09x) makin langka. Disaat lain ruang-ruang domino makin menjamur, forum joker makin menggila, kelompok gossip & kelompok pac’calla fisik orang untuk dijadikan bahan tertawaan makin merajalela sudut-sudut kampus sehingga lahir tukul-tukul baru yang siap direkrut di audisi pelawak. Dari segi individu, daya nalar & kritis makin pudar, militansi & loyalitasnya hampir punah, idealisme hanyalah simbol belaka (bahkan ada yang tidak tahu apa itu ‘idealisme’). Kepala mereka sudah tidak mampu mencerna kondisi bangsa ini. Baru nonton berita 1 menit (bukan berita bola) langsung ‘sakit kepala’, terpaksa ganti channel yang lebih ringan seperti Inbox, Dahsyat, Cookies, OVJ, pokoknya segala yang ‘berbau’ tayangan entertainmert. Kehidupan sehari-hari adalah musik, tanpa dengar musik sehari pasti merasa tidak nyaman. Kalau tidak punya MP3, terpaksa suaranya sendiri. Bagi yang sedikit narsis kalau nyanyi suaranya di tebar ke segala arah entah apa tujuannya. Cukuplah media massa membuat otak kami ‘tumpul’ akibat kebanyakan mendengar propaganda yang mendorong kami untuk berzina (baca: pacaran). Padahal sejauh apapun waktu yang anda habiskan untuk menghapal & menyanyikan musik-musik sampah itu tidak akan menyelesaikan permasalahan bangsa. Sejak kapan ada musik jadi solusi. Tapi itulah watak-watak calon penghibur (jauh dari pembahasan kayaknya ini).

Begitupun Lembaga kemahasiwaan, makin hari makin mundur, kegiatan yang bernuansa intelektual makin kurang diperhatikan. Tapi kegiatan yang bersifat hura-hura dan hiburan mendapatkan prioritas lebih. Ada sebuah perhelatan akbar memakan biaya 20-30 jutaan selama sehari ( 5 jam) hanya berisi aktivitas hura-hura, hedonisme dan bernuansa sekuler. Lebih parah lagi kegiatan spiritual sebagai pembentuk moral mulai terkikis akibat kebodohon dan ketololan generasi ini. Sudah saatnya kita berbenah yang mungkin bisa diawali dengan meng’intelektual’kan kembali kaum intelektual. Caranya? Kembalikan ‘senjata’ mahasiswa dengan membangun budaya membaca, menulis & diskusi. Mungkin pengurus lembaga bisa apresiatif terhadap hal tersebut. Namun jangan lupa orientasi pembinaan yang berbasis Emotional, intelegensi & Spritual Questions (EISQ) wajib ada, ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.

Untuk semua mahasiswa sadarlah bahwa di kampus lah tempat paling kondusif untuk menumbuhkan idealisme sekaligus naluri perjuangan. Masyarakat diluar sana tidak butuh dengan seberapa besar IP anda atau seberapa lama anda kuliah tapi mereka butuh para pejuang untuk mengentaskan segala macam problematika bangsa. Hanya perusahaan saja yang butuh dengan nilai anda. Tapi apakah kita mengenyam pendidikan hanya untuk mengabdi pada perusahaan saja. Apakah hidup kita hanya cukup menjadi para ‘buruh’ dari perusahaan. Mari awali kebangkitan bangsa ini dengan revolusi berpikir kemudian membangun sebuah gerakan ke negara.
0 komentar more...

Keilmuan Tingkat 4, 5 & 6 Untuk Pendidikan

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


Bukan hal yang asing lagi kalau kita mendengar bulan mei muncul dibenak kepala kita adalah hari pendidikan, sebagaimana bulan agustus pasti yang muncul adalah hari kemerdekaan tanpa harus mengetahui tanggal berapa tepatnya. Hari pendidikan nasional selalu diperingati pada tanggal 2 dengan upacara bendera semua dosen & staf pengajar, peserta didik juga walaupun hukumnya ‘mubah’ bagi mahasiswa. HARDIKNAS diperingati sebagai titik awal pendidikan di Indonesia sebagaimana yang dirintis oleh tokoh kita Ki Hadjar Dewantara. Begitu besar harapan bangsa ini pada lembaga pendidikan. Dengan berbagai macam kurikullum yang terus diperbaharui agar mampu menghasilkan SDM yang berkualitas sekaligus mengimbangi arus global membuktikan begitu besarnya peran pendidikan dalam memajukan suatu bangsa. Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan seperti halnya papan, sandang & pangan.

Namun kualitas SDM Indonesia masih memprihatinkan, mungkin tidak perlu disebutkan berapa banyak kerusakan moral yang terjadi dari tawuran, kriminal sampai mental korup dari keluaran pendidikan Indonesia, terlalu menyakitkan jika disebutkan. Apalagi kalau melihat dari segi keahlian dibandingkan Negara lain, entah sudah urutan ke puluhan atau ratusan berapa pendidikan kita, saya juga malas menyebutkannya. Namun tidak terlalu penting menyebutkannya bisa jadi rangking itu hanya dibuat-buat oleh ‘komite dunia’ (entah apa namanya) secara tidak Objektif atau di manipulasi (sedikit menghibur diri). Tapi jika kita melihat realitas bangsa ini Indonesia tentu bisa jadi kita akan kembali menangis. Disebuah negeri yang kaya raya, SDA yang melimpah, entah kenapa banyak rakyatnya yang bodoh, miskin, kelaparan, dsb.

Sangat menjengkelkan lagi beberapa ahli sekaliber Professor ( tidak usah disebutkan namanya) bahkan sudah sampai memberikan predikat Indonesia sebagai “Negara gagal” (Failed States). Anda tahu bagaimana makna dari “Negara gagal”. Begitu juga sudah banyak para ahli ataupun tokoh Intelektual (termasuk mahasiswa) yang melakukan diagnosa masalah atas semua kegagalan ini. Sebenarnya bangsa ini bermasalah disemua aspek kehidupan, kebetulan hari ini identik dengan hari pendidikan , marilah kita sejenak menganalisa kondisi pendidikan kita.

Sebelumnya, beberapa pekan yang lalu sempat mendengarkan pembicaraan kawan-kawan mahasiswa mengenai sebuah film yang berjudul “3 idiot” yang dibuat oleh produser film dari India. Tentu jika kita mau menelaahnya baik-baik film tersebut menggambarkan kondisi sistem pendidikan yang sedang berjalan di India, sekaligus menjadi ‘tamparan’ bagi sistem pendidikan yang ada di India, dimulai dari kurikullum hingga pembiayaan, bahkan menjadi ‘tendangan’ bagi orientasi peserta didik terhadap Ilmu (kenapa kayak ospek ini). Maksudnya sistem pendidikan hanya menghasilkan robot-robot (baca: buruh) yang siap untuk mengabdi pada pemilik modal atau perusahaan. Biaya yang mahal & orientasi peserta didik yang menganggap lembaga pendidikan tempat untuk mencari kerja akibatnya gelar menjadi prioritas utama dan ilmu nomor kesekian…!. Begitulah mungkin sedikit gambarannya tapi masih banyak hal-hal lain mengenai pendidikan yang bisa kita ambil hikmahnya

(Sedikit tambahan lagi sebelum kita masuk dipembahasan inti) Anehnya banyak orang yang menonton film itu tersebut tetapi sedikit yang bisa membuat orang mau berpikir mengenai kondisi pendidikan bangsa ini, padahal kondisi pendidikan dalam film yang diperankan oleh Amir Khan & Kareena Kapor itu tidak jauh beda dengan apa yang ada di Indonesia. Sedikit yang bisa mengambil hikmahnya dan tergerak hati & akalnya untuk memikirkannya, palingan orang tergerak dan berlomba-lomba untuk download lagunya & menghapalnya sekaligus kunci-kunci petikan gitarnya. Hal yang didiskusikan kembali hanya hal-hal yang lucu saja bahkan dalam kelompok diskusi (sebenarnya kelompok gossip, tapi supaya kelihatan lebih intelek) yang saya temui menghasilkan suatu kesimpulan yang sangat dielu-elukan sekaligus dibanggakan saat itu, apa itu? “Ternyata tidak di India maupun di Indonesia apalagi di Makassar , anak kedokteran itu pasangannya tetap anak teknik” (Ptak@##…Aww…Siapa yang pukul kepalaku…sakit nah…oke itu sedikit refreshing mari kita kembali ke Inti tulisan, cekidot)

Ternyata model pendidikan Indonesia tidak jauh beda seperti yang digambarkan dalam film itu. Wajah pendidikan Indonesia sampai saat ini masih sangat menyedihkan padahal tantangan global sudah semakin berat. Jika kita masih berharap pada pendidikan kita , maka ada 2 pilihan yang akan dihadapkan: apakah pendidikan kita akan mencetak manusia yang akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa pemimpin dunia? Atau akan mencetak manusia yang akan menjadikan bangsa ini sebagai bangsa kuli,buruh atau robot (bahasa kerennya Jongos). Saya yakin pilihan akan jatuh pada pilihan pertama namun jika nilainya tidak mencukupi mungkin pilihan kedua, kalaupun belum mencukupi lagi maka bisa tahun depan ambil lagi (PTAK…BDUK…sakit coy..ok serius mi ini). Jika memilih pilihan pertama maka kita harus meninjau ulang format ilmu yang selama ini telah diberikan dalam sistem pendidikan kita. Yakin saja bahwa pendidikan Indonesia hanya menghasilkan generasi-generasi dengan mental pembebek, terjajah & buruh. Dengan melihat lebih dalam lagi, maka akan kita temukan bahwa masih ada yang kurang dalam pendidikan kita. Apa yang kurang? Sesungguhnya sistem pendidikan kita hanya mengajarkan ilmu pengetahuan sampai pada tingkatan 3 saja. Seharusnya pendidikan mengajarkan ilmu pengetahuan sampai kepada tingkatan 6 [Maksud Lohh (sedikit monyong sedikit)…Ok sabar dulu…dengar penjelasan selanjutnya].

Apa yang dimaksud dengan tingkatan keilmuan ke-1 ini merupakan tingkatan keilmuan yang paling dasar dari tingkatan keilmuan yang akan diberikan dalam sistem pendidikan kita. Ciri utama dari materi keilmuan tingkat ini adalah akan memberikan kepada peserta didik untuk mampu mengindera berbagai fakta, kemudian mengkaitkan dengan informasi awal yang sudah ada dalam otaknya. Maka dia dapat dikatakan telah mencapai tingkatan keilmuan yang pertama, intinya dia telah mampu mengenali dan menilai. Contonya, dia sudah mengenal apa itu buku, pulpen mobil, dsb. Bagaimana masksudnya? Penjelasannya begini ketika seseorang menggunakan indera untuk menginderai fakta lalu mentransfernya kedalam otak kemudian diberikan informasi tentang benda/fakta tersebut, sehingga lahirlah pengetahuan akan nama benda tersebut.

Materi keilmuan ke-2 ini akan memberikan kemampuan kepada peseta didik untuk mengidentifikasi obyek yang tidak dapat terindera secara langsung oleh manusia atau besifat gaib. Obyek gaib yang dimaksud bukan mengenai alam jin & setan. Segala hal yang meliputi sesuatu yang tersembunyi, kejadian di masa lampau & meramalkan kejadian di masa mendatang. Untuk mendapatkan pengetahuan ini diperlukan suatu riset & penelitian dengan menggunakan metodologi tertentu yang dikenal dengan metode ilmiah. Ilmu pengetahuan yang diperoleh dapat digolongkan dalam kelompok ilmu murni. Misalnya: ilmu kimia, biologi, matematika, fisika, dll.

Tingkatan keilmuan ketiga merupakan tingkatan keilmuan tertinggi yang dapat dicapai dalam dunia pendidikan kita. Walaupun peringkat kuliahnya sampai tingkatan S1, S2 maupun S3. Tingkatan keilmuan ini akan memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk mampu memanfaatkan produk pengetahuan yang diperoleh dari tingkatan 2. Pemanfaatannya adalah dalam bentuk proses perekayasaan terhadap ilmu-ilmu murni untuk menjadi produk-produk yang memiliki nilai guna yang lebih tinggi bagi manusia. Ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam tingkatan ini dapat digolongkan kedalam kelompok-kelompok ilmu terapan. Contohnya adalah teknik mesin, elektro, kedokteran, pertanian, peternakan, dsb. Begitupun dalam ilmu-ilmu sosial.

Sesungguhnya, produk pendidikan yang hanya sampai pada tingkatan 3 hanya akan menghasilkan manusia-manusia ‘tukang’ atau ‘kuli’ yang siap untuk dimanfaatkan oleh para pemesannya. Dari kelompok ilmu eksakta, manusia produk ini akan menguasai berbagai teori tentang rahasia alam, kemudian mereka juga akan mampu mengeksplorasi & mengeksploitasinya. Begitupun dari ilmu-ilmu sosial, mereka juga akan mampu menguasai berbagai teori sosial, kemudian mereka juga akan mampu untuk memberikan solusi terhadap berbagai masalah sosial maupun melakukan perekayasaan sosial, namun tetap harus mengikuti keinginan kehendak dari ‘pemesannya’. Sebagian besar dalam pikirannya hanya bagaimana cara bisa bekerja diperusahan-perusahan besar dengan gaji yang lumayan tinggi dan itulah harapan tertingginya. Tanpa pernah berpikir apakah tempat saya bekerja ini akan membantu perekonomian bangsa atau malah memiskinkan. Misalkan saja perusahaan asing seperti Inco, Freeport, Exxon Mobile, Shell, dsb merupakan bentuk penjajahan model baru terhadap SDA bangsa Indonesia. Bayangkan saja dari sistem ekonomi kapitalisme ini telah membuat bangsa ini tambah terpuruk, Lihat saja dari kepemilikann perusahaan yang individu (asing), produksinya kolektif (Orang dalam negeri) dan keuntungan yang dibagi oleh Individu (asing). Bukankah sungguh sangat nyata kedzalimannya, jadi jangan heran kalau bangsa ini terus miskin walaupun SDA nya melimpah, inilah bentuk penjajahan model baru bagi orang yang mau berpikir. Tapi entahlah kalau ada yang mau sadar dengan hal seperti itu. Biarkan saja sistem pendidikan kita hanya menghasilkan para ‘buruh’ untuk kepentingan para pemilik modal. Sebanyak apapun pakar S1, S2 maupun S3, tetap hanya sebagai ‘tukang’ terampil yang siap diperkerjakan. Model pendidikan seperti ini hanya akan menyebabkan bangsa ini mudah untuk menjadi bangsa terjajah (Now And Forever! Yeah…)

Mungkin ada yang bertanya, terus mau bagaimana lagi? Seharusnya sistem pendidikan yang diberikan kepada peserta didik tidak hanya sampai pada pemberian tingkatan keilmuan ke-3 saja. Sistem pendidikan seharusnya dilanjutkan untuk mencapai tingkatan ke-4, ke-5 sampai ke-6 . Tercapainya tingkatan keilmuan tersebut diharapkan benar-benar akan dapat menjadi manusia yang mandiri dan tidak mudah untuk dikendalikan oleh kaum penjajah. Peserta didik kita diharapkan benar-benar menghasilkan manusia yang handal, mampu bangkit & mengangkat martabat negeri ini dari lembah keterpurukan alias failed states.

Apa sih tingkatan keilmuan ke-4? Sistem pendidikan tingkat ini tidak hanya memberi ilmu kepada peserta didik untuk mampu mengeksploitasi alam & sosial saja. Namun memberikan ilmu dimulai dengan mengajak peserta didik memikirkan tentang hakikat & eksistensi kehidupan ini. Ilmu tentang hakekat & eksistensi kehidupan tidak lain adalah ilmu yang berisi tentang pemikiran-pemikiran yang berkaitan pertanyaan mendasar dari manusia yaitu Apa sesungguhnya tujuan dari kehidupan ini? Darimana sesungguhnya asal-muasal dari kehidupan alam dunia ini? Dan akan kemana setelah kehidupan ini? Pendidikan ideal harus mampu membantu peserta didik memberikan jawaban yang BENAR, OBYEKTIF & RASIONAL. Mungkin jika ada sebuah tes ujian dengan pertanyaan diatas mungkin anda dapat menajwabnya dengan mudah, tapi ingat jawaban anda berikan bukan hasil dari proses berpikir yang mendalam & perenungan sehingga betul-betul bisa memahami jawaban itu. Mungkin anda hanya sekedar tahu atau hapal saja karena sering anda dengarkan dari orang-orang sekitar tanpa bisa memahami lebih mendalam lagi dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, obyektif & ilmiah. Kita bisa memperoleh gambaran dari si tokoh Chatur alias si Silencer yang begitu hebat dalam menghapal semua pengetahuan tanpa memahaminya yang penting baginya bisa menjawabnya secara tulisan, hal ini dimanfaatkan oleh Si Ranchodas Chancad (tokoh utama) untuk membuktikan pada temannya si Raju bahwa cari lah ilmu karena kebanaran ilmu sendiri, bukan karena nilai atau pekerjaan. Akibatnya si silencer didepan acara peringatan Hari Guru memperlihatkan kebodohannya dan menjadi bahan tertawa semua mahasiswa termasuk menteri pendidikan yang hadir (kenapa jadi cerita film ini…Ok kita lanjutkan… let’s check beiby one two three) mungkin kita tidak akan membahas jawaban dari 3 pertanyaan mendasar itu berhubung terbatas oleh ruang kertas

Jika peserta didik telah mencapai keilmuan yang ke-4, maka harus dilanjutkan pada tingkatan keilmuan ke-5. Dari pertanyaan mendasar itu akan melahirkan pandangan hidup, hal ini yang biasa disebut View of life atau bahasa kerennya ideologi . Hanya ada 3 kemungkinan ideologi yang lahir dari 3 pertanyaan mendasar itu yaitu Sosialisme-komunisme. Kapitalisme-sekuler dan islam (silakan pikirkan yang mana paling benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara rasional & sesuai fitrah manusia). Tingkatan keilmuan ke-5 merupakan manifestasi dari buah pemikiran tingkat keilmuan ke-4. Manifestasi tersebut tidak lain adalah terpancarnya pemikiran & keilmuan yang khas dari ideologi tersebut. Pancaran itu berupa adanya gambaran yang khas & jelas tentang pengaturan yang benar terhadap kehidupan manusia didunia ini. Pengaturan hidup itu mencakup sistem pemerintahan, ekonomi sosial, pidana, pendidikan, politik, dsb. Dengan demikian ilmu-ilmu seperti itu wajib diberikan kepada peserta didik yang sudah berada pada tingkatan keilmuan ke-5. Dari penguasaan ideologi ini diharapkan benar-benar akan menjadi manusia yang mandiri, manusia yang tahu persis tentang apa yang harus dilakukan untuk mengelola negeri ini secara benar, manusia yang kebal dari ancaman terjadinya penjajahan dan manusia yang mampu mempertahankan, mengembangkan serta menyebarluaskan ideologi yang telah diyakininya melalui proses berpikir bukan melalui doktrin atau dogma.

Sampailah kita pada tingkatan keilmuan ke-6 yang merupakan manifestasi dari tingkat keilmuan ke-5 dimana akan memberikan kemampuan pada peserta didik untuk dapat memecahkan segala macam problematika kehidupan yang muncul dari tingkatan keilmuan ke-5. Metode pemecahan yang khas, jika anda menyakini islam sebagai ideology yang benar, obyektif, rasional dan sesuai fitrah manusia maka metode pemecahannya yang sesuai dengan ideologi islam tidak lain adalah metode Ijtihad.

Model dari sistem pendidikan yang memberikan tingkatan keilmuan yang sampai pada peringkat ke-6 ini tidak lain dan tidak bukan adalah sistem pendidikan islam alias sistem pendidikan Negara khilafah. Mungkin anda bisa saja ragu dengan sistem pendidikan islam, namun fakta tidak bisa berbohong. Ketika Islam masih diterapkan diseluruh aspek kehidupan dan Negara, lihatlah sejarah peradabann islam, begitu banyak ilmuan-ilmuan yang mungkin walaupun saya sebutkan anda tidak mengenalnya telah menjadi peletak dasar perkembangan sains. Begitu banyak teori-teori yang menjadi dasar ilmuan barat, mereka banyak belajar dari ilmuan-ilmuan islam. Peradaban Islam menjadi peradaban modern pada zamannya, eropa masih gelap gulita dan jalannya masih masih becek namun dunia Islam kota-kota sudah terang dan jalannya sudah terasapal, mungkin anda sedikit yang tahu tentang itu semua, begitulah para sejarawan mengubur dalam-dalam sejarah Islam. Anda lebih banyak tahu bahwa ilmuan baratlah yang begitu besar perannya dalam perkembangan ilmu sains.

So…carilah pengetahuan tingkat keilmuan tingkat 4, 5 & 6 itu untuk kebangkitan umat ini. Dimana? Carilah dimanapun dia berada, dikelas, di organisasi atau dimanapun pengetahuan itu berada sebagai bentuk kesadaran kritismu.
0 komentar more...

Lemahnya Kinerja Pansus & Hukum Indonesia

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


(…ternyata pandangan akhir dari PANSUS belum cukup untuk menjatuhi hukum para pelaku ‘perampok’ uang Negara….ada apa yach…?)


Kasus Bank Century telah menjadi polemik besar bangsa saat ini, ditengah geramnya bangsa Indonesia terhadap praktek korupsi yang telah melenyapkan uang para pembayar pajak, tiba-tiba dengan mudahnya Rapat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) menetapkan kebijakan Bailout Bank Century yang mengizinkan LPS menggelontorkan 6.7 triliun rupiah, uang yang berasal dari para pembayar pajak, tanpa disertai prinsip-prinsip objektivitas yang patut.
Dalam catatan Laporan BPK, Ditetapkannya Bank Century sebagai Bank gagal yang berdampak sistemik tidak memiliki kriteria terukur (Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi atas Kasus PT Bank Century BPK RI 20 November 2009).
Sangat wajar kemudian bila masyarakat mendesak KPK dan Parlemen untuk mengusut kasus bank century ini, mengingat dana untuk bailout tersebut didasarkan pada asumsi subjektif tanpa didukung data-data valid yang menyakinkan.

KPK telah memulai pengusutan kasus bank century dengan mendalami 9 temuan BPK, namun gerak KPK sangat tergantung pada data PPATK tentang dana masuk dan keluar bank Century. Penghilangan data-data transaksi keuangan dapat dengan mudah terjadi ketika komitmen pemberantasan korupsi di tubuh PPATK sendiri dipertanyakan. Untuk mengingatkan kita, PPATK adalah lembaga financial intelligence unit yang dapat menelusuri aliran dana perbankan dan transaksi keuangan lainnya yang terjadi di Indonesia. Kekuatan PPATK adalah kemampuannya untuk mengakses data transaksi yang paling rahasia sekalipun. Karena itu PPATK harus mendapatkan pengawalan yang baik oleh kelompok civil society dan akademia bila menginginkan kasus century ini terkuak dengan transparan.

PANSUS CENTURY
Mekanisme politik juga telah dijalankan para politisi di parlemen, walaupun lahirnya angket Century atas inisiatif kelompok oposisi parlemen (PDIP, Hanura dan Gerinda) akan tetapi partai lainpun pun ikut mengamininya. Panitia Khusus (Pansus) Bank Century dibentuk oleh DPR RI sebagai akibat dari penggunaan hak angket untuk mengusut skandal keuangan yang ditimbulkan oleh Bank Century dengan menelan biaya senilai 5 milyar untuk biaya pembentukan Pansus. Pembentukan ini akan menjadi tontonan Masyarakat apakah pansus ini digunakan untuk mencari kebenaran atau sekedar transaksi politik. Apakah Pansus dapat mengungkapkan kerugian Negara sebesar 6,7 triliun atau justru menambah kerugian Negara ini sebesar 5 milyar. Semoga saja, para wakil rakyat menjalankan janjinya dalam kampanye legislatif silam yaitu komitmen memberantas korupsi diseluruh kehidupan bangsa ini termasuk disektor perbankan dan keuangan.

Wewenang Pansus
Panitia khusus (Pansus) Bank Century terdiri dari 30 orang anggota yang disusun berdasarkan proporsionalitas (persentasi jumlah anggota asal fraksi) sehingga FPD dan FPG memperoleh jumlah anggota terbanyak masing-masing 8 orang (27%) dan 6 orang (20%), diikuti PDIP 5 orang (17%), PKS 3 orang (10%), PAN 2 orang (6.7%), PKS 2 orang (6.7%), PPP 2 orang (6.7%), Hanura 1 orang (3.3%) dan Gerindra 1 orang (3.3%). Dalam tata tertib DPR disebutkan bahwa panitia pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu (pencarian fakta) dalam jangka waktu tertentu (dua bulan sampai Februari 2010) yang ditetapkan oleh rapat paripurna dan dapat diperpanjang oleh badan musyawarah apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya. (dpr.go.id)

Metodologi Kerja Pansus
Pansus Century menyepakati metodologi pemanggilan ahli dalam pengusutan skandal Century. Pansus mengelompokkan 9 kategori ahli yang akan dipanggil. Nama-nama dalam 9 kategori itu bisa diubah sewaktu-waktu di tengah perjalanan pengusutan perkara. Meraka adalah jajaran pejabat Bank Indonesia, termasuk mantan Gubernur BI Boediono, Mantan Kabeskrim Mabes Polri Susno Duadji, Menkeu Sri Mulyani dalam kapasitas Ketua KSSK saat peristiwa bail out Rp 6,7 triliun kepada Bank Century, Pejabat dan jajaran LPS, Direksi Bank Century dan Bank Mutiara, Deposan atau nasabah Bank Century atau masyarakat yang berkaitan dengan Century, Mantan Wapres Jusuf Kalla sebagai ahli yang berkaitan dan dianggap tahu tentang persoalan Century, Ahli perbankan, hukum, atau ahli auditor, dan Kesembilan, pihak-pihak lain yang dianggap perlu untuk menunjang pengusutan ini.

Dalam pelaksanaan tugas-tugas Pansus Bank Century telah terjadi tanya-jawab yang panas antara anggota-anggota pansus dan narasumber yang diundang. Diskusi yang memanas tersebut juga menimbulkan debat yang sengit antaranggota pansus sehingga terlontar kata-kata kasar yang tidak selayaknya digunakan dalam rapat-rapat DPR.

Hal ini menimbulkan penilaian bahwa anggota-anggota Pansus Bank Century telah melanggar etika yang tercantum dalam kode etik DPR. Harus diakui bahwa baru sekarang ini rapat-rapat pansus DPR disiarkan secara luas dan intensif melalui televisi sehingga masyarakat bisa mengetahui secara jelas jalannya sidang pansus tersebut. Dengan demikian masyarakat bisa menilai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para anggota Pansus dan jawaban yang diberikan oleh narasumber.

Dari tayangan televisi muncul penilaian bahwa anggota-anggota Pansus Bank Century bersikap terlalu “keras” terhadap para narasumber sehingga dinilai tidak layak dilakukan terhadap para narasumber, termasuk Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sikap keras ini ditunjukkan melalui sejumlah pertanyaan yang memojokkan para narasumber dan penggunaan kata-kata oleh para anggota Pansus yang dinilai merendahkan para narasumber. Sikap “keras”para anggota Pansus haruslah dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena Pansus ingin mengungkapkan informasi yang dimiliki oleh para narasumber.

Tentu saja sikap tersebut haruslah tetap berada dalam batas-batas kesopanan.Pertanyaan-pertanyaan yang gencar dan memojokkan harus diterima sebagai konsekuensi dari penggunaan hak angket DPR yang memberikan hak kepada para anggota DPR untuk menyelidiki kebijakan pemerintah. Tentu saja rapat-rapat Pansus Bank Century berbeda dari rapatrapat kerja dengan pemerintah atau rapat-rapat lain. Dalam rapat Pansus Hak Angket Bank Century, para anggota Pansus harus bertanya secara mendalam kepada para narasumber sehingga pertanyaan yang gencar dan “keras” harus dilakukan.

Selama kesopanan bisa dijaga oleh para anggota Pansus, sikap “keras” yang ditunjukkan oleh mereka dalam rapat-rapat Pansus tidaklah dapat dinilai sebagai pelanggaran terhadap kode etik DPR ataupun pelanggaran terhadap etika pada umumnya. Oleh karena itu, kita harus membiasakan diri dengan rapat-rapat Pansus Hak Angket Bank Century yang mengajukan pertanyaan tajam secara gencar. Justru yang menjadi masalah adalah debat antara sesama anggota Pansus Bank Century.Tidak dapat disangkal bahwa kasus Bank Century telah menimbulkan dikotomi, yaitu pihak yang curiga kepada pihak lain yang telah menerima dana dari Bank Century dan pihak yang membantah telah menerima dana tersebut.

Pihak pertama adalah tokoh-tokoh yang dari awal setuju membentuk pansus hak angket yang dipimpin oleh PDIP dan Partai Golkar,sedangkan pihak kedua adalah mereka yang berpendapat bahwa pansus baru dibentuk setelah ada hasil audit BPK.Kelompok ini dipimpin oleh Partai Demokrat. Meskipun pada akhirnya Pansus Bank Century terbentuk, perbedaan pendapat antara kedua kelompok tetap tajam.Perbedaan pendapat inilah yang mengakibatkan terjadinya debat yang panas antara sesama anggota Pansus. Debat antara sesama anggota Pansus memang dapat dinilai telah melanggar kode etik DPR.

Pertama, setiap anggota DPR (termasuk anggota Pansus) harus berbicara sesuai dengan urutan dan waktu yang diberikan oleh pimpinan sidang. Oleh karena itu, berbicara secara bersahut-sahutan secara berkali-kali antara sesama anggota bertentangan dengan ketentuan yang berlaku di DPR. Seharusnya seorang anggota berbicara setelah diizinkan oleh pimpinan sidang untuk mencegah terjadinya debat yang kacau dalam rapat-rapat di DPR. Dalam beberapa rapat Pansus Bank Century telah terjadi debat berupa pembicaraan yang bersahut-sahutan di luar pengaturan pimpinan sidang. Kedua, penggunaan kata-kata kasar dan tidak sepantasnya dalam rapat Pansus.Suasana yang memanas dalam rapat Pansus tidak boleh membuat anggota Pansus kehilangan kontrol diri sehingga keluar kata-kata yang tidak wajar.

Dalam rapat dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga digunakan kata “daeng” sebagai sapaan terhadap narasumber tersebut yang menimbulkan protes dari anggota Pansus lainnya. Ternyata kemudian Jusuf Kalla juga menyatakan keberatannya atas penggunaan kata tersebut bagi dirinya.

JELANG SIDANG PARIPURNA SKANDAL CENTURY
Ketegangan mewarnai fraksi-fraksi di DPR menjelang rapat paripurna penentuan sikap akhir Pansus Angket Bank Century pada 2-3 Maret pekan depan. Hampir semua fraksi melakukan konsolidasi dan menurunkan jago-jago lobi mereka untuk mempengaruhi kesimpulan akhir fraksi.

Partai Demokrat menginstruksikan anggotanya untuk tidak meninggalkan Jakarta pada saat digelar rapat paripurna. Tujuannya, untuk mengamankan kemenangan jika terjadi voting.
Seperti diketahui, kesimpulan akhir fraksi-fraksi di Panitia Khusus DPR soal skandal Bank Century yang menyebutkan keterlibatan mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam skandal Bank Century membuat resah Presiden SBY.
Karena itu, staf-staf khusus kepresidenan diminta bersafari politik mendatangi tokoh-tokoh politik nasional yang berseberangan. Pada 25 february 2010, staf khusus presiden Velix Wanggai kembali bersafari menemui Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tanjung. Dalam pertemuan tersebut, Priyo mengaku memang membahas skandal Bank Century dan sikap partainya. Menurut pengamat politik J. Kristiadi, safari politik terselubung ini sebagai perselingkuhan politik.

Sebelumnya, utusan presiden telah menemui mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung, dan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani. Rencananya, mereka juga akan menemui Ketua Majelis Pertimbangan Partai Partai Amanat Nasional Amien Rais.

Inilah lobi-lobi politik yang dilakukan untuk meredan permasalahan Bank Century. Ada kemungkinan penyelesaian Bank century ini tidak akan selesai sebagaiana semestinya dimana hukum tidak punya taring menghadapi para pejabat-pejabat tinggi. Sesungguhnya sudah sejak lama sistem hukum dan peradilan negeri ini carut marut. Hukum mudah dipermainkan, hukum menjadi alat untuk menindas yang lemah, tetapi sering tidak berdaya ketika berhadapan dengan orang yang kuat, apakah pejabat atau orang-orang kaya. Dalam pelaksanaannya pun, hokum di negeri ini sering berbelit-belit & bertele-tele.

Itulah secuil kebobrokan hukum sekuler di negeri ini, yang sesungguhnya telah berjalan puluhan tahun hingga kini. Pertanyaannya: haruskah keadaan ini dibiarkan terus-menerus? Tidak adakah upaya dari bangsa ini untuk segera mengubur hukum sekuler

Semoga anda semua termasuk orang yang sadar dan mampu membaca peristiwa dengan jernih. Hanya dengan itulah kita bisa mengubah keadaan dan termotivasi untuk selalu berjuang demi tegaknya keadilan.

Ditengah-tengah merebaknya budaya politik yang serba pragmatis dan oportunistik, masih cukup banyak mahasiswa yang masih teguh dalam memegang idealisme, yang dengan lantang menyerukan nilai-nilai keadilan menghapus kekecewaan rakyat terhadap partai-partai & ormas-ormas yang ada sekaligus mengembalikan optimisme rakyat.

Nini Apriani A’07
Alumni PPD-B XII
0 komentar more...

Intelektual Diujung Tanduk, Demoralisasi Didepan Mata.

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


("Ayo bersatu kalahkan musuh… Satu Komando…Ambil semua perlengkapannya…kita dalam kondisi Siaga 1…")


Bagi teman-teman yang berada di kampus mungkin akhir-akhir ini mendengar kalimat tersebut. Ada apa dengan kalimat diatas, mungkin sudah menjadi rahasia umum bahwa kalimat diatas menandakan adanya suatu aktivas yang ‘sedikit’ geli jika disebutkan dikalangan kampus, ‘TAWURAN’. Tapi untuk memperhalus predikat mahasiswa sebaiknya kita menggunakan kata ‘KOMPETISI’ untuk menggantikan kata ‘ TAWURAN’ (cz penulis tidak terima kalau ‘tawuran’ dilekatkan dengan mahasiswa, walaupun faktanya begitu). Dalam tulisan kali ini kita tidak akan membahas oknum yang benar dan salah, tapi lebih melihat apa akar masalah yang menimbulkan ‘kompetisi’ antar mahasiswa.

Mari kita Sedikit mengingat konsep mahasiswa yang sering diajarkan oleh senior terdahulu ketika PPD-A, LK 1 dan sejenisnya; “Orang-orang yang berada di dalam kampus adalah orang-orang yang akan siap untuk melakukan suatu perubahan. Bahkan dalam kehidupan bermasyarakat, sering mengharapkan adanya suatu perubahan ditengah-tengah mereka dari kaum intelektual ini, karena mereka menganggap bahwa kampus adalah sebagai sarana dalam mengembangkan diri dan berbagai kreativitas untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih baik. Kampus adalah aset besar yang selalu dijadikan sebagai lahan perubahan dan kemajuan suatu bangsa. Banyak orang mengatakan, bahwa mahasiswa adalah agent of change atau agen perubahan. Artinya, setiap perubahan yang terjadi di masyarakat, baik perubahan itu parsial ataupun secara total pasti melibatkan para calon intelektual ini”.

‘Kompetisi’ antar mahasiswa untuk zaman ini sudah sangat akut dan terus menggerogoti kehidupan kampus. Inilah bentuk perubahan yang telah dilakukan oleh mahasiswa, perubahan dari kondisi buruk menuju lebih buruk lagi, bukankah itu bisa disebut perubahan. Memang sangat ‘betul’ apa yang diajarkan oleh senior kita bahwa mahasiswa adalah pelopor ‘perubahan’. Sekarang bukan hanya mahasiswa saja, tapi masyarakat mulai mencontohkannya juga. Kalau tidak percaya silakan ‘nongkrong’ didepan TV untuk melihatnya. Kampus adalah miniatur masyarakat, dimasyarakat ada pencuri dikampus juga ada, dimasyarakat ada penjudi dikampus juga ada, dimasyarakat ada koruptor dikampus juga ada, dimasyarakat ada kupu-kupu malam dikampus juga ada ayam kampus dan masih banyak lagi persamaaan-persamaannya. Tapi ingat dikampus ada satu hal yang tidak dimiliki oleh masyarakat sipil biasa, yaitu kampus tempat lahirnya suatu perubahan. Kampuslah menjadi standar moral paling akhir ketika moral suatu bangsa hancur.

Namun faktanya mahasiswa sudah kembali kepada kelompok ‘komunal primitif’ dimana menyelesaikan masalah hanya dengan satu metode yaitu ‘kompetisi’. Lebih anehnya lagi aktivitas ini seakan-akan sudah masuk ‘kalender akademik’ yang kejadiannya ada waktunya. Bahkan ada saja beberapa mahasiswa lama yang ber’dakwah’ bahwa ‘kompetisi’ merupakan ritual penting untuk memperkuat persatuan & solidaritas antar mahasiswa dalam kelompok tertentu (Hentikanlah menyebarkan aliran sesat dikalangan intelektual…cukuplah itu menjadi memori anda wahai mahasiswa lama…tidak perlu lagi menurunkan kepada generasi-generasi anda…berikanlah mereka Hikmah dari semua kejadian yang telah anda alami…bukannya mendorong kaum intelektual untuk melakukan aktivitas itu lagi).

Jika mau menelusuri term ‘Kompetisi’ yang sebenarnya lebih populer terjadi pada tahun 90-an menjadi trade marknya pelajar SMP-SMU, sekarang virus tersebut menjangkiti mahasiswa. Padahal mahasiswa yang identik dengan simbol perubahan intelektual muda, atau bisa disebut agent of change sudah sepantasnya memberikan contoh yang baik bagi bangsa. Apalagi secara historis, peran mahsiswa sangat substansial dalam membangun bangsa ini sejak zaman kemerdekaan hingga reformasi yang semakin terpuruk . Akan tetapi kemahasiswaan itu ternyata begitu mudahnya tercoreng hanya karena emosi, arogansi kekuasaan, kepentingan atau alasan solidaritas serta slogan-slogan ‘kosong lainnya’. Apa yang terjadi dengan mahasiswa kita? Padahal mereka sangat dikenal sebagai manusia rasional, akademis, menyelesaikan masalah secara arif, namun tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat, berulah dengan tindakan irrasional, tanpa berpikir akibat yang ditimbulkannya.

Penyebab terjadinya ‘kompetisi’ antara mahasiswa hanyalah hal-hal yang sepele misalnya saling ledek (baca: calla), efek kalah menang pertandingan olahraga antar fakultas, mengganggu cewek/mahasiswi beda fakultas atau beda universitas, senggolan kecil, tidak sopan saat lewat, efek yel-yel fakultas saat ospek, rebutan atribut warna, menyanyikan lagu pop yang diklaim milik sekelompok mahasiswa padahal lagu itu adalah lagu yang dikomersilkan di masyarakat. Begitu banyak lagi alasan-alasan bodoh dan tidak masuk akal lainnya yang bisa menjadi penyebab ‘kompetisi’. Inilah kemunduran berpikir mahasiswa akibat pengkaderan yang tidak progresif, transformatif & ideologis.

Begitu banyak pembenaran yang dilakukan oleh mahasiswa untuk melakukan aktivitas ini. Mulai dari kelompok yang sedikit ‘idealis’ yaitu untuk membuktikan rasa solidaritas, kelompok ‘pragmatis’ yaitu sekedar menyalurkan stress akibat tekanan akademik hingga kelompok ‘plagiator’ yaitu mencontohkan apa yang telah dilakukan oleh pendahulu-pendahulu kita alias kultur (Brak….). Mungkin kita tidak perlu mengomentri kelompok pragmatis & plagiator, biarkanlah mereka hancur dengan alasannya itu. Tapi untuk kelompok yang sedikit ‘idealis’ yang melakukan aktivitas ‘kompetisi’ atas dasar membangun solidaritas (keren sekali…). Memang kalau dilihat faktanya memang akan muncul ‘rasa solidaritas’ ketika bersama-sama mengalahkan ‘musuh’. Lihat saja semua individu saling bersatu dan bahu membahu serta cepat tanggap dalam merespon musuh yang datang, suasana kerja sama sangat terlihat. Mulai dari penyedia logistik (batu, kayu, dan lainnya) hingga militansinya yang selalu berada didepan untuk terus membakar semangat ‘prajuritnya’ agar tidak henti-hentinya menghujani lawan dengan batu. Kekompakan dan persaudaraan sangat terlihat jelas.

Bagi kawan-kawan mahasiswa yang masih memiliki hati nurani. Persatuan & solidaritas seperti itulah yang kalian inginkan. Solidaritas yang dibangun atas dasar adanya suatu tekanan atau ketertindasan hanyalah solidaritas yang semu, rapuh dan temporer serta menimbulkan kerusakan fisik maupun psikis. Solidaritas seperti itu bisa muncul takkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup dalam suatu kelompok tertentu. Saat itu, ‘naluri mempertahankan diri’ sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan eksistensinya (baca: ego kelompok), tempat mereka berada dan beraktivitas. Dari sinilah muncul ikatan itu, ikatan yang paling lemah dan rendah nilainya. (maaf mungkin agak sedikit kasar) Ikatan semacam ini muncul dalam dunia hewan serta senantiasa emosional sifatnya. Rasa persaudaraan (kerjasama & solidaritas) muncul ketika ada ancaman dari luar yang hendak menyerang. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan dipecundangi, sirnlah kekuatan itu. Karena itu, solidaritas seperi itu sangat rendah nilainya.

Ikatan seperti itu tidak layak dijadikan pengikat antar mahasiswa dalam kehidupannya yang penuh dengan nuansa intelektual & ilmiah. Ikatan yang benar untuk mengikat mahasiswa adalah ikatan pemikiran, inilah yang biasa disebut dengan ikatan ideologi. Untuk itu saya mengharapkan lembaga kemahasiswaan untuk melakukan suatu transformsasi model organisasi yang lebih mengarahkan mahasiswa untuk berjalan sesuai dengan fitrahnya.

Melihat gambaran diatas, bangsa Indonesia saat ini memang sedang dalam keadaan benar- benar sakit. Bahkan sakitnya sudah sangat akut dan perlu segera opname. Mahasiswa sebagai kaum intelektual saja sudah tidak mampu menjaga intelektualitasnya dalam menghadapi masalah, apalagi dengan masyarakat awam? Mahasiswa saja tidak mampu memecahkan masalah dengan cara elegan, bagaimana dengan masyarakat awam? Lalu apa yang bisa diharapkan dari para mahasiswa ini?. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pengurus lembaga kedepannya. Berbuatlah dan berkarya…Masa depan bangsa berada ditangan anda wahai kaum Intelek. Selalu optimis dan….KEEP ON FIGHTING TILL THE END.
Saatnya meng’INTELEKTUAL’kan kembali kaum INTELEKTUAL.
0 komentar more...

Mengungkap Penyelesaian kasus Bank Century

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


(“Penyelesaian Bank Century begitu lama sekali…sungguh sangat berbelit-belit…membuat rakyat sampai bingung…”)


Salah satu masalah yang paling menarik perhatian kita beberapa waktu terakhir ini adalah kasus Bank Century. Dapat dilihat tidak ada kegiatan lain yang menarik perhatian masyarakat, selain masalah tersebut. Berita Nasional lainnya tenggelam oleh berita kasus Bank Century. Kasus bank century menjadi topik terhangat sekarang ini, baik dikalangan ekonomi maupun politik, karena kasus bank century merupakan kasus besar yang berdampak besar pula pada kondisi politik dan ekonomi. Dan bahkan kasus ini melibatkan beberapa lembaga tinggi negara dan menyeret beberapa pejabat tinggi di negeri ini. Lalu bagaimana penyelesaian kasus bank century ini?

Sebenarnya, menyikapi pertanyaan mengenai bagaimana kita harus menyelesaikan kasus Bank Century ini, sebagai langkah awal kita perlu memilah masalah-masalah yang berhubungan sehingga kita bisa melihat kasus tersebut lebih jelas dan tidak membuat kita terjebak yang selanjutnya menyebabkan kita kehilangan arah.

Ada beberapa aspek yang bisa kita dalami berkaitan dengan kasus Bank Century ini, yang harus kita pilah-pilah. Pertama, mengenai masalah kebijakan pemberian dana talangan. Kemudian yang kedua, mengenai benarkah adakah pelanggaran hukum dalam penerapan kebijakan itu? Yang ketiga, adakah dana talangan yang akhirnya masuk ke rekening milik pihak yang terkait partai politik atau orang sekeliling Presiden SBY? Dan yang terkahir, apa yang harus dilakukan terhadap para pejabat BI yang tidak hati-hati dan tidak profesional dalam menangani merger (baca: Penyatuan) beberapa bank bermasalah menjadi Bank Century?

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Ada yang mendukung kebijakan tersebut dengan alasan kebijakan itu telah menyelamatkan kita dari krisis keuangan yang mungkin terjadi (dampak sistemik) dan terkait masalah dana talangan itu tidak perlu dipermasalahkan lagi. Kalau kita masih berkutat pada kasus Bank Century, kita akan tertinggal dan tidak bisa memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi global.

Sebaliknya, terdapat sejumlah ahli ekonomi dan perbankan yang tidak sependapat dengan pendapat di atas. Menurut mereka, tidak akan terjadi dampak sistemik karena Bank Century adalah bank kecil. Kalaupun kebijakan itu salah, pada prinsipnya hal itu tidak bisa dikriminalisasi. Tetapi, perlu diselidiki apakah ada bagian dari kebijakan yang mungkin bisa dikriminalkan.

Kemudian menyikapi pertanyaan kedua tentang adanya pelanggaran hukum terhadap kebijakan itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa pencairan dana talangan tersebut melanggar hukum karena Perppu yang berkaitan ditolak DPR. Tetapi ada pihak, termasuk Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), yang berpendapat bahwa tindakan itu tidak melanggar hukum. Sebaiknya masalah ini diajukan ke pengadilan untuk diperoleh kejelasan status hukumnya, tidak diselesaikan secara politik. Namun kemudian yang menjadi masalah, ke pengadilan mana diajukannya? Kita berharap para ahli hukum bersedia memberikan pendapat.

Masalah yang paling menarik perhatian masyarakat ialah pertanyaan ketiga mengenai adakah dana yang masuk ke rekening pihak sekeliling presiden? Ada yang yakin ada dana semacam itu, yang akan membuktikan ketidakbersihan pemerintah dalam kasus Bank Century. Ada yang yakin dan berharap semoga tidak ada dana semacam itu, yang akan sangat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap presiden, walaupun presiden tidak langsung terlibat. Karena ditunggu-tunggu dan sangat peka di mata masyarakat, upaya menelusuri ke rekening mana dana talangan itu mengalir harus dilakukan dengan cermat dan transparan. Sampai ke lapis berapa penelusuran dan pengungkapan aliran dana tersebut dilakukan.

Yang kemudian menjadi masalah adalah, kepada siapa penelusuran dan penyelidikan kasus Bank Century ini diserahkan. Hal ini juga memberikan beberapa pendapat dari kalangan masyarakat, ada yang mempercayakan masalah ini diselidiki murni oleh Pansus Bank Century DPR RI yang telah dibentuk. Dan ada pula yang menginginkan agar kasus Bank Century ini ditindaklanjuti saja oleh KPK dengan alasan KPK merupakan lembaga yang paling dipercaya untuk menangani kasus terkait masalah korupsi. Juga karena alasan kegagalan kejaksaan dan kepolisian tangani proses hukum BLBI, maka untuk kasus Bank Century, KPK lebih bisa dipercaya. Dikarenakan Pansus dan KPK adalah dua lapangan yang berbeda. KPK tidak dalam posisi menunggu penyelesaian oleh Pansus. Tidak ada relevansinya menunggu Pansus.

Diharapkan penyelesaian kasus Bank Century tidak berlarut-larut dalam proses politik, namun masuk ke proses hukum, sehingga peranan KPK bisa lebih ditingkatkan lagi. Namun sebenarnya proses hukum dalam penyelesaian kasus Bank Century dapat dilakukan bersamaan dengan proses politik. Dengan kata lain Pansus juga harus mengakselerasikan upaya-upayanya dengan pengawasan dari masyarakat, termasuk pers, sehingga tidak terjadi permainan atau kompromi politik.

Namun meskipun Pansus juga tengah menyelediki kasus Bank Century, diharapkan KPK dapat segera memberikan hasil penyelidikan kasus korupsi yang terjadi dalam Bank Century ini. Sehingga jika memang terbukti aliran dana tersebut akhirnya jatuh ke pihak-pihak di sekeliling Presiden SBY, maka mata masyarakat luas akan terbuka dan mengetahui siapa sebenarnya dalang dari kasus Bank Century.
Ada masalah lain yang perlu juga diungkap dan dibongkar, yaitu terkait pertanyaan terakhir mengenai pejabat BI yang tidak professional. Tidak profesionalnya kerja Bank Indonesia dalam masalah merger tiga bank menjadi Bank Century dan pengawasan terhadap bank bermasalah. Kalau ada pejabat BI yang patut diduga telah melanggar hukum dalam kaitan itu, harus diselesaikan secara hukum.
Boediono selaku gubernur BI saat itu mungkin tidak perlu bertanggung jawab terhadap kinerja anak buahnya. Tetapi, tidak bisa dibantah bahwa kepercayaan masyarakat kepada Boediono amat berkurang. Itu jelas tidak menguntungkan pemerintah. UUD dan UU tidak memberikan wewenang kepada presiden untuk memberhentikan Wapres Boediono.
Deal-deal politik (baca: Kompromi) pun diperkirkan sedang terjadi ujung-ujungnya bagi-bagi Kekuasaan, apalagi disebarkannya isu Reshuffle Kabinet. Hal ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh fraksi-fraksi partai koalisi Pansus Bank Century. Isu yang beredar bahwa kasus ini hanya akan sampai pada pejabat BI dibawah Gubernur BI. Imbalannya, Partai Politik akan mendapatkan jatah menteri kabinet dan lainnya. Kalau itu belum cukup, bias jadi Boediono dan Sri Mulyani akan dikorbankan.
Sebelum semua itu terjadi, kini sedang dikembangkan opini yang membenarkan kebijakan bailout tersebut. Kalau itu berhasil, selesai sudah skandal Bank Century.

Zulfiani A.R C’08
Alumni PPD-B XII
0 komentar more...

TOPENG TIPUAN DEMOKRASI

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


(“Demokrasi…Demokrasi…Sampai Mati….Hancurkan Kapitalisme….Ganyang Neoliberalisme…Hidup Rakyat…Hidup Mahasiswa…”)


Mungkin anda yang sering mengikuti aksi mahasiswa atau sering melihat media tentunya sudah tidak asing lagi dengan kata-kata diatas. Teriakan-teriakan yang keluar dari mulut ini bukan karena ada hari perayaan atau teriakan seorang penggemar pada tokoh idolanya, tapi seruan itu keluar karena banyaknya penindasan, kerusakan, kemiskinan, kebodohan dan sejenisnya yang terjadi dibumi pertiwi ini. Seakan-akan Kapitalisme dan neoliberalisme musuh yang harus dihadapi dan solusi untuk itu adalah perlunya diberlakukan kembali demokrasi. Pertanyaannya, apakah Negara kita ini tidak menganut demokrasi? Apakah demokrasi sudah digantikan oleh system lain? Kalau iya, sejak kapan Indonesia sudah tidak menganut demokrasi?

Inilah salah satu dari sekian keanehan gerakan mahasiswa yang terlihat. Kurang sreg ketika melakukan orasi tanpa kehadiran kata demokrasi sebagai penyemangat peserta aksi. Yel-yel yang memuji dan menyanjung demokrasi terus berulang, tidak ada pun sedikit kecurigaan pada diri demokrasi. Demokrasi dinilai sebagai sistem politik dan pemerintahan terbaik didunia ini dan kelak sampai akhir zaman nanti, demokrasilah yang akan membawa rakyat untuk hidup adil dan makmur. Apalagi ketika demokrasi harus berhadapan dengan Fasisme, Otoriterisme, Komunisme dan paham-paham yang anti demokrasi lannya, sudah pasti pilihan akan jatuh pada Demokrasi sebagai solusinya. Seandainya Demokrasi adalah seorang tokoh idola sebagaimana remaja pada aktris favoritnya maka tidak ada yang mengalahkan jumlah fans dari aktris Demokrasi.

Demokrasi di Indonesia Masih ada kok, bahkan lebih demokratis mengalahkan Negara nabinya demokrasi yaitu Amerika Serikat (AS). Alasan sederhana: Indonesia pernah memiliki presiden perempuan sedangkan di AS belum pernah, Indonesia jumlah partai yang ikut pemilu sampai 48 sedangkan AS cuma 2. lebih dari itu, Indonesia didaulat sebagai jawara demokrasi hanya karena dianggap sukses menyelenggarakan Pileg dan Pilpres sepanjang tahun 2004 lalu dipuji oleh majalah terkemuka The Economist, yang dalam cover story-nya membuat Judul “Indonesia’s Shining Muslim Democrazy” (bagi yang awam dengan bahasa asing inilah transletnya:”Demokrasi muslim bersinar di Indonesia”…jangan q tersinggung, mau jie menolong ini). Hal yang senada juga diberikan oleh Mantan Presdide AS Jimmy Carter, “Sebuah Tonggak baru sejarah bagi kita, pemilu ini (pemilu 2004) juga merupakan langkah penting bagi demokrasi diseluruh dunia. Rakyat Indonesia sedang memberikan contoh dramatic tentang perubahan politik yang damai dan dengan kukuh menafikan klaim Islam bersifat antidemokratik “ (International Herald Tribune, 15/7/2004).

Walaupun begitu tetap saja AS juga Eropa dianggap sebagai kampiun demokrasi oleh warga Indonesia, buktinya praktik demokrasi di kedua kawasan itu menjadi rujukan bagi praktik dibelahan dunia termasuk Indonesia, para pejabat atau wakil rakyat dinegeri ini kerap melakukan studi banding ke AS atau negara-negara Eropa. Jadi, tidak ada lagi alas an anda untuk kecewa karena demokrasi tidak berlaku di bumi Indonesia. Secara kasat mata demokrasi terlihat dimana-dimana, dari pelaku amoral sampai penegak moral diberikan kebebasan untuk melakukan yang diinginkan. Dari yang paling bodoh sampai yang pintar semua diwadahi oleh demokrasi, dari yang kufur sampai yang haq diwadahi oleh demokrasi. Coba anda bayangkan ketika semua ide diwadahi dan hasilnya seperti sekarang ini. Kami sendiri meragukan apakah jargon demokrasi bisa mewadahi seluruh ide masyarakat dan merupakan pencerminan suara rakyat adalah hal yang bisa terjadi. Bagaimana mungkin bisa mengambil keputusan jika ada 1 juta penduduk yang mau disatukan seluruh idenya? Katanya para aktivis demokrasi, Mungkin saja yaitu dengan membuat sistem perwakilan dengan seleksi pemilu, 1 orang mewakili 50.000 orang. Apa bisa 1 orang mewakili ide 50.000 orang dan dianggap representasi dari 50.000 orang tersebut. Dari sini timbul kecurigaan terhadap demokrasi, bisa jadi demokrasi ini hanyalah sebuah tipuan atau tameng dari kapitalisme & neoliberalisme untuk terus ada. Apa mungkin ternyata demokrasi, kapitalisme dan neoliberalisme adalah saudara kandung. Mari kita buktikan!

Sejarah awalnya demokrasi muncul adalah ketika pada masa kegelapan Eropa, dimana raja yang memerintah sangat otoriter dan sewenang-wenang. Dengan dasar Agama (Nasrani) raja memerintah, suara raja dianggap sebagai suara tuhan, raja adalah wakil tuhan yang turun ke bumi. Namun pada prakteknya raja atas nama agama bertindak sewenang-wenang. Segala macam bentuk pemikiran yang dikeluarkan oleh para ilmuwan berlawanan dengan teori gereja akan mendapat hukuman dari sang raja. Banyaknya ilmuan-ilmuan yang ditangkap dan dibunuh karena mengeluarkan teori pengetahuan yang bertentangan dengan gereja. Misalnya saja teori Heliosentris yang dikeluarkan oleh Nicolas Copernicus berlawanan dengan teori gereja bahwa bumi adalah pusat tata surya (geosentris). Dan masih banyak lagi bentuk penindasan atas nama agama. Pada saat itulah muncul kaum intelektual dan kaum gereja yang saling berlawanan, akhirnya karena terus-menerus terjadi pergolakan social, muncul opsi, suara tuhan (raja & gerejawan) atau suara rakyat. Dan pada saat itu muncullah sesosok ide yaitu ‘Demokrasi’ yang pernah ditinggalkan oleh kaum yunani karena merupakan ide yang buruk. Diantara kebingungan masyarakat itulah akhirnya mereka memilih memisahkan kehidupan agama dengan politik, bukan berarti tidak percaya ‘Tuhan’ tapi ‘Tuhan’ tidak punya campur tangan dalam kehidupan politik & pemerintahan. Inilah sejarah kelam eropa, dan masyarakat sangat takut ketika agama kembali berkuasa dan menjadi dasar Negara. Masyarakat barat lebih nyaman dengan ide tersebut.

Pemisahan agama dari kehidupan biasa disebut Sekulerisme, jadi bagi anda yang memiliki pemahaman bahwa agama tidak punya hak untuk turun tangan dalam pemerintahan berarti anda tergolong orang yang berpaham Sekulerisme. Dari sekulersime ini muncullah yang namanya liberalisme yaitu kebebasan individu untuk berbuat dan Negara wajib untuk melindungi kebebasan ini, dari sini pula muncul ide kebebasan individu untuk memiliki apa saja khususnya dalam bidang ekonomi dan muncullah paham Kapitalisme. Individu bisa memiliki apa saja termasuk kalau dia mau menguasai SDA yang mengusai hajat hidup orang banyak bahkan punya sebuah pulau pribadi dan mampu untuk itu, Negara tidak punya hak untuk melarangnnya. Dari Kapitalisme ini muncul lagi para individu yang ingin menguasai sektor-sektor publik yang biasa disebut privatisasi. Dari situ muncul lagi imperialisme, neoliberalisme, Pluralisme bahkan untuk tataran individu muncul istilah HAM, Gender, kebebasan berekspresi, dan sebagainya.

Muncul pertanyaan dimana posisi dari demokrasi dalam sejarah tersebut. Demokrasi secara gamblang terlihat bahwa dia adalah pendukung dari ide sekulerisme, neoliberalisme, & kapitalisme. Subtansi Demokrasi adalah kedaulatan ditangan rakyat, rakyatlah sebagai tuhan dari pembuat aturan untuk kehidupan. Itulah mungkin deskripsi singkat silsilah keluarga dari demokrasi. Tapi jangan dulu menggeneralisir bahwa kedaulatan ditangan Tuhan adalah ide buruk, jangan Cuma melihat sejarah Eropa dan jangan samakan sejarah Negara agama di Eropa dengan Negara Agama lainnya, misalkan saja kawasan timur tengah dan asia mengalami kemajuan peradaban yang pesat ketika Islam menjadi sebuah instistui Negara. Ketika Islam menjadi dasar Negara, membuat semua warganya (termasuk non muslim) hidup dalam keadilan dan kemakmuran dan sejarah membuktikan belum ada peradaban yang mengalahkan peradaban Islam atas kejayaannya selama 1300 tahun memimpin dan menguasai 2/3 dunia dari afrika sampai asia. Inilah peradaban yang akhirnya mengalami keruntuhan ketika perang dunia I tepatnya tahun 1924, dengan runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah yang sekarang berubah menjadi Negara republik Turki. Pecahan-pecahan sisa daulah Khilafah terbagi dalam beberapa Nation State. Banyak yang berpendapat bahwa keterpurukan umat Islam akibatnya hilangnya institusi yang mewadahinya, dimana hukum Islam diterapkan secara Kaffah. Tapi bisa saja anda berpendapat bahwa kita (Indonesia) terpuruk karena demokrasi tidak dijalankan secara benar. Pernyataan seperti itu akan runtuh begitu saja ketika anda terus mengikuti diskusi dengan pejuang Syariah & Khilafah, apalagi jika anda berani membenturkan konsep anda dengan konsep Khilafah dalam mensejahterakan dunia, sudah bisa dijamin anda akan terkagum-kagum ketika mampu memahami Konsep Negara Khilafah. Kalau tidak percaya silakan coba sendiri!.

Mari kita kembali mengadili demokrasi, secara praktis ternyata kedaulatan ditangan rakyat adalah utopis, buktinya para penguasa dalam Negara demokrasi adalah para pemilik modal. Hal wajar yang ketika para kapitalis yang menguasai Negara, dalam demokrasi ada proses ritual sacral dan tidak bisa ditinggalkan walaupun harus memakan biaya yang bertrilyun-trilyun rupiah yaitu pemilu. Fakta dilapangan menunjukkan anda tidak mungkin mendapat kekuasaan jika tidak mendapat dukungan modal yang besar. Modalnya dari mana? Tentulah dari para kaum pemodal, ingat para pemodal memberikan dananya bukan berinfaq, jadi jangan harap kalau tidak ada timbal balik. Itulah memunculkan UU pesanan yang menguntungkan mereka para pemilik modal dan merugikan rakyat kecil, UU Minerba, penanaman modal, ketenagalistrikan, BHP, dan lain-lain. Demokrasilah yang membuka ruang untuk paham kapitalisme & neoliberalisme. Jadi ketika anda menolak kapitalisme dan neoliberalisme adalah hal yang aneh disaat itu juga anda membela, memuji dan ber’dzikir’ mengucapkan Demokrasi. Mereka adalah saudara kandung yang saling bahu membahu. Banyak orang berpendapat bahwa demokrasi hanya diperalat oleh Kapitalisme & neoliberalisme. Walaupun anda berkata begitu tapi demokrasi tetap cenderung mendukung mereka, hanya saja demokrasi bukan sebagai pelaku utama, demokrasi adalah seorang anak yang berparas sedih dan memelas, sehingga orang terlalu kasian untuk menghukumi demokrasi.

Untuk apa meneriakkan dukungan pada demokrasi….yang ada adalah “ Demokrasi….Demokrasi…Demokrasi… Pasti Mati,.!! Bagi saudara-saudari yang punya konsep yang lebih cemerlang selain SYARIAH & KHILAFAH, Kami siap menantang anda dalam forum diskusi dan forum intelektual lainnya. Kami siap menistakan dan menghinakan konsep-konsep selain dari pada SYARIAH & KHILAFAH. Sosialisme…sudah mati dan disiksa di Neraka sana karena telah menghantarkan manusia pada ke’binatang’an dan Kapitalisme akan menyusulnya. Mari kita bersuara dan menyerukan dengan lantang pada tegaknya KHILAFAH. Sehingga the big Giant of the world segera bangun dari tidur panjangnnya akibat konspirasi dari Negara barat, suara kita insya Allah akan membangunkan dia kembali, sebagaimana ketika membangunkan teman anda yang sedang tertidur.
0 komentar more...

SKANDAL 'PERAMPOK' UANG NEGARA & HUKUM YANG BANCI

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


“kalau mau mencuri lebih baik sekalian banyak, jangan setengah-setengah. Makin besar curian anda makin besar pula kesempatan anda untuk tidak terjerat hukum”


Inilah sepenggal majas metafora yang bisa kita gunakan ketika melihat problematika hukum Indonesia. Kali ini hukum Indonesia harus berurusan dengan kasus Bank Century yang menilap uang sebesar 6,7 triliyun. Namun sebelum kita memberikan penilaian terhadap kasus tersebut mari kita simak sejenak ada apa dibalik kasus ini.

Dunia perbankan adalah bisnis yang penuh komplikasi. Masalah yang dihadapi bukan melulu soal teknis keuangan, tapi juga soal kepercayaan dan psikologi publik. Istilah “risiko sistemik” pada perbankan misalnya, kerap terjalin kusut dengan salah kaprah. Adakah sebenarnya risiko sistemik itu? Atau itu hanya istilah semantik yang digunakan politisi dalam menutupi kepentingannya? Kasus lembaga keuangan sejarah krisis sepanjang zaman, menunjukkan bahwa “risiko sistemik” adalah hal yang inheren dalam dunia keuangan. Itu adalah sebuah risiko akan terjadinya instabilitas di pasar keuangan yang dapat merambat ke sektor riil. Saat krisis terjadi, kepercayaan masyarakat runtuh. Saat itu, umumnya Pemerintah turun tangan mem-bail out sistem keuangan, meski misalnya kesalahan dilakukan oleh para pemilik bank.
Skandal bailout Bank Century 6,7 triliyun memang menyedot perhatian publik. Badan pemeriksa keuangan (BPK) sendiri telah menyatakan ada ketidakberesan. Sementara itu pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) menyatakan ada transaksi yang mencurigakan. Hal ini memperkuat sinyalmen mantan wapres Jusuf Kalla yang terang-terangan menyatakan ini adalah perampokan dan kriminal murni. Ditambah ada dugaan atau rumor keterlibatan partai dan orang-orang penting tertentu dalam skandal ini, adalah hal wajar masyarakat ingin mengetahui apakah bailout itu benar atau salah sehingga penyelamatan itu sah dan logis. Kalau seandainya salah siapa yang bertanggung jawab.

Pemahaman yang beredar terkait kasus bank century dan orang yang di anggap paling bertanggung jawab atas pengucuran dana 6,7 Triliyun ini adalah Wakil presiden Boediono dan menteri keuangan Sri Mulyani, dua orang ini adalah kepercayaan SBY. Dengan alasan krisis global kedua orang ini membuat kebijakan yang menyelamatkan Bank Century yang sudah bangkrut. Keduanya berkilah, kalau Century tidak diselamatkan akan berdampak sistemik bagi perbankan nasional. Artinya bank-bank lain akan ikut kolaps dengan kolapsnya Century.
Sekilas argumentasi ini benar. Namun pakar-pakar ekonomi merontokkan argument tersebut, sejak awal bank Century adalah bank bobrok karena dibentuk dari tiga bank bangkrut. Bahkan pembentukannya pun tanpa fit & proper test, Bank Indonesia (BI) dengan mudahnya merestui berdirinya Bank tersebut. Argumentasi kondisi krisis sangat janggal. Kalau benar-benar krisis, seharusnya semua atau sebagian besar perbankan mengalami kondisi yang sama seperti Bank Century. Ini yang tidak terjadi pada bank lain, yang sekarat hanya Century sendirian, lainnya normal-normal saja. Lebih aneh lagi, Bank Indover yang jelas-jelas milik pemerintah dan sebelumnya mengalami gangguan likuiditas bukannya dibantu malah ditutup. Tapi entah kenapa Century yang jelas-jelas milik swasta malah dibantu. Ini artinya mereka lebih memilih “menyelamatkan” Robert Tantula Cs (Pemilik Century) dibanding “Negara Indonesia”.

Dalam surat notulen yang ditandatangani Gubernur BI Boediono dan menteri keuangan Sri Mulyani tersebut, terungkap bahwa pejabat departemen keuangan pada dasarnya tidak setuju atas pendefenisian bank Century sebagai bank gagal yang sistemik dengan mempertanyakan tentang penyelamatan bank Century. Anehnya mereka justru menyetujui bailout tersebut. Dan lebih gila lagi dana yang diajukan dan disetuji DPR hanya sebesar 632 miliyar, namun faktanya triliyunan rupiah dana dari lembaga penjamin simpanan (LPS) yang notabene uang rakyat dikucurkan ke Century sebesar 6,7 triliyun tanpa sepengetahuan DPR.

Berbagai spekulasi pun muncul dengan banyaknya kejanggalan yang terjadi. Dalam surat notulen yang ditandatangani Gubernur BI Boediono dan menteri keuangan Sri Mulyani tersebut, tak heran jika wakil rakyat mengajukan hak angket untuk menyelesaikan kasus tersebut. Bau busuk bailout bank Century ini sebenarnya sudah tercium oleh KPK, namun sebelum menyelidiki kasus tersebut keburuan dijerat oleh Polri dengan dakwaan penyalahgunaan kekuasaan, sehingga penyelidikan kasus tersebut berjalan dengan terseok-seok. Menurut informasi, Bibit-Chandra adalah wakil ketua KPK yang paling getol membuka kasus Bank Century.

Beberapa kalangan pun sudah mendesak agar Boediono dan Sri Mulyani dinonaktifkan tapi usulan tersebut tidak ditanggapi oleh presiden, padahal hal ini dilakukan untuk mempermudah penyelidikan seperti halnya penonaktifan pimpinan KPK Bibit-Candra. Inilah salah satu bukti ada kolaborasi antara mafia hukum, mafia perbankan dan mafia politik dalam pemerintahan Indonesia. Dan sekali lagi sistem pemerintahan Indonesia tidak bisa mengatasi hal tersebut, hal ini merupakan indikator rusaknya sistem sekuler-kapitalistik yang dianut oleh bangsa Indonesia. Begitu mudahnya dana dialirkan kepada para konglomerat ditengah penderitaan rakyat. Dan itu berlangsung berulang-ulang. Ini adalah kesalahan sistem.

Beralih ke kasus lain, masih ingat kejadian Mbak Minah (65 tahun) nenek renta warga Banyumas, tak menyangka ia menjadi tersangka dan duduk dikursi dakwaan pengadilan karena mencuri 3 buah kakao. Saat itu, mbak Minah sedang memanen kedelai di lahannya. Kebetulan lahan itu dikelola PT RSA untuk tanaman kakao. Saat itu mbak Minah melihat buah kakao yang lagi ranum kemudian memetiknya untuk diambil bijinya selanjutnya akan dijadikan bibit, kakao tersebut dia letakkan dibawah pohon kakao dan melanjutkan aktivitas memanen kedelai. Datanglah seorang mandor dan menanyakan siapa yang memetik buah tersebut, mbak Minah terus terang mengakuinya, akhirnya mandor tersebut menceramahinya agar tidak melakukan hal itu lagi. Mbak minah pun minta maaf dan mengembalikan buah tersebut.

Sepekan kemudian, Minah tiba-tiba mendapat panggilan dari Polsek atas tuduhan pencurian Kakao milik perkebunan PT RSA dan dijatuhi hukuman percobaan selama 1,5 bulan penjara. Memang nenek ini bersalah. Namun menyeretnya ke pengadilan oleh kalangan hukum dianggap berlebihan. Apalagi mbak Minah sudah minta maaf dan menyerahkan kakao tersebut. Nilai kakao itu sendiri tak seberapa, nilainya sekitar Rp 2.000,-. Jika aparat penegak hukum punya hati nurani, sebenarnya kasus seperti ini tidak perlu sampai ke meja hijau.

Kembali ke kasus Bank Century, apakah anda melihat adanya keadilan hukum?. Tragedi hukum mbak Minah makin membuka tabir ketidakadilan hukum Indonesia. Hanya gara-gara tiga buah kakao, orang miskin seperti mbak Minah diganjar dengan hukuman penjara. Dengan alasan menegakkan hukum positif, aparat begitu cepat dan tangkas menjerat kaum lemah. Sebaliknya, hukum tiba-tiba menjadi lemah, rumit dan berbelit-belit ketika diberlakukan terhadap para pejabat atau pengusaha. Kasus Anggoro Widjoyo yang mana sudah cukup bukti untuk menjadikan dia tersangka dalam kasus percobaaan menyuap pimpinan KPK. Tapi hingga kini ia tak tersentuh hukum. Disinilah letak ketidakadilan sistem hukum Indonesia, lagi-lagi rakyat kecil harus rela menjadi obyek penderita karena ketidakadilan dan ketidakbecusan negara mengurus mereka, membiarkan para perampok negara bebas berlanglangbuana.

Disisi lain kebobrokan system kapitalisme-sekuler yang sudah bobrok tambah menjadi lebih bobrok lagi dengan kejadian ini. Sistem ini memang selalu menguntungkan pemilik modal besar, sebaliknya selalu merugikan rakyat. Kegagalan menyeret pelaku perampokan uang negara ini ke meja pengadilan, juga semakin menyakinkan kita bahwa pemilik modal yang berdaulat di negara ini. Hukum akhirnya bisa diatur dan dipermainkan berdasarkan kekuatan pemilik modal.

Hai pemuda…hai pelopor perubahan zaman…apa yang bisa anda lakukan melihat kondisi ini? Apakah kalian akan diam lagi seperti biasanya? Apakah dengan diamnya anda merupakan jawaban terhadap kondisi ini? Apakah peristiwa ini tidak mampu menggetarkan hati nurani anda? Apakah peristiwa ini tidak mampu lagi membuat mata anda mengeluarkan air? Apa mungkin semua organ tubuh anda sudah tidak punya hati nurani? Sungguh zaman telah menempa anda menjadi manusia biadab jika anda memilih untuk diam. Keluarlah dari ruang-ruang persembunyian anda, Revolusi ada diluar sana menunggu anda menyambutnya.

Bukan saatnya lagi menyerukan reformasi Jilid II, karena reformasi sudah terbukti tidak membawa kesejahteraan & kebahagiaan. Inilah waktunya untuk menyerukan Revolusi, tinggalkan kapitalisme dan sambutlah sistem mulia yang akan membawa kemakmuran dan keadilan yang sudah terbukti & tercatat dalam sejarah telah memimpin selama 13 abad. Mari kita bangkitkan lagi ‘Raksasa’ yang telah tertidur selama 85 tahun….Saatnya KHILAFAH kembali memimpin dunia.
1 komentar more...

Keadilan hukum adalah kesengsaraan bagi rakyat

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


“Keadilan adalah mimpi bagi rakyat jelata. Sebaliknya, keadilan mudah dipemainkan oleh mereka yang berduit”


Banyak orang kecil tak berani mengadukan masalahnya ke penegak hokum. Mereka khawatir justru dengan melapor, merak akan kehingan banyak uang. “lapor kehilangan ayam, uang hilang malah kambing” inilah sepenggal pameo yang beredar dimasyarakat. Sudah menjadi rahasia umum, semua pakai uang. Maka bagi mereka yang tidak punya uang, ya harus menerima nasib: dihukum dan dan ditempatkan dipenjara yang pengap. Sebaliknya mereka yang berduit, bisa bebas. Kalaupun dipenjara, masih bisa memilih kamar dan fasilitas layaknya dirumah sendiri.

Belum lagi banyaknya mafia peradilan ditubuh hukum Indonesia. Sepak terjang mafia hukum mudah dirasakan tapi sulit sekali dibuktikan karena sistem hukum yang sangat rusak. Mereka sangat lihai dalam memainkan perkara dan memiliki jaringan yang sangat luas. Ada dikepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga Mahkamah Agung. Adanya sogok, jual beli perkara, itu semua hanyalah gejala atau tanda keberadaanya. Banyak kasus hukum yang sudah punya bukti lengkap tetapi didalam sidang malah kalah, berarti ada mafia hukum yang main disitu. Gejala lainnya yang membuktikan adanya mafia hukum dalam peradilan adalah polisi sering juga memaksa-maksa saksi untuk mengatakan sesuatu. Memaksanya tidak harus pakai pistol tapi lebih halus lagi misalnya membuat saksi menunggu tanpa kejelasan berapa lama, dibuatnya saksi tidak merasa nyaman. Karena ingin cepat beres dan segera pulang, akhirnya saksi menuruti apa yang diarahkan polisi. Kalau kita (baca: mahasiswa) mungkin tidak merasakannya, tapi masih ada contoh kecilnya kalau kita kekantor polisi bikin surat kehilangan KTP atau SIM pasti akan keluar uang banyak. Apakah polisinya maksa? Kan tidak. Cuma kalau tidak memberinya duit, polisinya bilang “ini bukan jam kerja, nanti sore saja”.

Namun contoh diatas hanyalah sedikit dari korupsi kecil-kecilan ditubuh birokrasi kita. Jika ingin lihat para koruptor yang lebih professional alias kelas kakap lebih banyak lagi, targetnya bukan lagi juta tapi sudah sampe Triliyun. Berbagai kasus ditanah air menunjuk hal itu. Eddy Tansil, misalnya, cukong ini bisa melanggeng dari LP cipinang dengan leluasa. Caranya dengan membayar sipir penjara hanya beberapa juta. Pembobol Bapindo sebesar 1,3 Triliyun ini lepas begitu saja ke luar negeri, kabarnya ia ada dicina. Setelah itu giliran Hendra Raharja, kakak kandungnya, yang melarikan diri ke Australia. Padahal bos Bank Harapan Sentosa menilap dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) sebanyak 3,6 Triliyun.

Begitupun dengan kasus Anggodo Widjoyo yang dengan congkaknya bisa mengatur aparat penegak hukum dengan uangnya. Ia pun dibantu para pengacara yang bertindak sebagai makelar kasus (Markus). Semua terungkap sangat gamblang dalam rekaman yang diputar KPK di mahkamah konstitusi (MK). Lebih aneh lagi dalam kasus kriminalisasi anggodo tidak ditahan sebagaimana dengan pemimpin KPK yang ditahan, sehingga banyak muncul sentiment “kalau Anggodo ditahan, dia akan ‘menyanyi’ dan nyayiannya akan lebih keras dari Wiliardi Wizard yang mengaku bahwa dia ditekan untuk membuat berita acara (BAP) dalam kasus Antasari Azhar. Nuansa mafia hukum akan lebih terasa lagi bila melihat ternyata KPK berupaya untuk mempermasalahkan kasus Bank Century yang melibatkan Boediono dan Sri Mulyani (menteri Keuangan).

Terakhir, dalam kasus bank Century, sungguh aneh kasus bailout sebesar 6,7 Triliyun rupiah ini sampai sekarang dibiarkan menggantung oleh pemerintah. Eh…belum-belum kejaksaan Agung yang diharapkan berinisiatif membongkar kasus ini malah sudah menyatakan tidak ada masalah hukum dengan BLBI ke Bank Centuty. Bahkan mereka mulai merekayasa kasus korupsi ini agar tidak menjadi kasus kriminal, yaitu dengan menyatakan bahwa ini dilakukan untuk menyelamatkan Ekonomi nasional, ini merupakan persekongkolan politik tingkat tinggi dipemerintahan kita.
Boediono, Gubernur BI saat itu, sampai saat ini tetap memghirup udara bebas. Bandingkan dengan gubernur BI lainnya yang sama-sama berbuat hal serupa dengan nominal hampir delapan kali lipat dibawahnya. Syahrir Sabirin, ketika menjadi gubernur BI mengeluarkan uang Rp 900 miliyar untuk Bank Bali, bahkan dia tidak mengambil sepeserpun tetapi masuk bui. Kemudian Abdullah ketika menjadi Gubernur BI Rp 100 miliyar juga masuk bui. Tapi aneh dengan Boediono menandatangani 6,7 triliyun tapi malah masuk “Istana”

Semua kejadian ini harus menjadi pelajaran penting bagi kita, hal ini memperlihatkan kebobrokan system dan rezim sekarang. Kita melihat bagaimana instansi pemerintahan yang seharusnya menjadi penegak hokum, justru pelanggar hokum. Korupsi suap-menyuap, makelar kasus, mafia peradilan sudah bersarang ditubuh pemerintahan. Bagaimana mungkin mereka bisa dan dipercaya menegakkan keadilan dan memberantas kejahatan, sementara tubuh mereka penuh dengan penyakit yang menjijikkan itu.

Kondisi sekarang pernah digambarkan Rasullulah Saw. Zaman yang penuh dengan penipu dimana orang tolol diserahi mengurus urusan umat (baca:rakyat). Sabda Rasulullah: “ Akan datang kepada manusia zaman penuh penipu. Ketika itu orang dusta dibenarkan, sebaliknya yang benar didustakan; orangyang berkhianat diberi amanat, dan sebaliknya yang dipercaya dikhianati. Ketika itu yang berbicara adalah mereka orang bodoh yang diserahi untuk mengurusi urusan umat”.

Apa yang terjadi sekarang merupakan bukti kebobrokan dari hukum jahiliyah yang bersumber dari hukum jahiliyah yakni kapitalisme-sekuler. Kapitalisme-sekuler telah mencampakkan agama hanya untuk urusan individual, ritual, dan moralitas. Sementara masalah politik, ekonomi, hukum, dan urusan publik lainnya diserahkan kepada hawa nafsu manusia dengan asas manfaat untuk kesenangan materi. Dimana semua diukur dari materi baik berupa harta ataupun jabatan. Materi pun kemudian menjadi dewa yang menjadi tujuan hidup. Tidak lagi melihat halal dan haram, apakah merugikan rakyat atau tidak, apakah menghancurkan Negara atau tidak, demi mengejar materi semua dilanggar. Bahkan membunuh sekalipun tidak masalah untuk mengejar materi.

Manusia menjadi makhluk buas dan rakus yang mengerikan sekaligus menjijikkan. Inilah pangkal mafia peradilan dan maraknya korupsi. Dalam kondisi seperti itu wajarlah kemudian pemilik modal menjadi raja. Cukong-cukong kapitalis yang memiliki banyak modal bisa mengatur segalanya dengan uang. Mulai dari jaksa, hakim, polisi, sampai aparat KPK bisa diatur oleh orang seperti Anggodo. Tidak sampai disitu, sistem demokrasi melegalkan kebobrokan ini dengan menciptakan Negara korporasi. Negara dimana elit politik dan pemilik modal menjalin hubungan mutualisme yang saling menguntungkan bagi mereka tapi merugikan bagi rakyat.

System demokrasi yang dikenal mahal karena pemilunya membuat pemilik modal sangat berkuasa dan sangat dibutuhkan untuk mendukung kemenangan elit politik. Setelah berkuasa, sebagai balas budi, elit politik baik dilegislatif maupun eksekutif membuat kebijakan yang menguntungkan pemilik modal. Tidak mengherankan kalau di Indonesia lahir UU Migas, UU penanaman modal, UU ketenagalistrikan, dan lainnya yang semuanya berpihak padapemilik modal. UU ini kemudian terbukti menjadi jalan bagi perampokan kekayaan Negara oleh asing sekligus sumber penderitaan rakyat.

Jika kita benar ingin menghilangkan Korupsi dari bumi Indonesia, maka selain membersihkan birokrat yang korup, negeri ini juga harus mengganti sistem yang korup, yaitu sekuler kapitalistik ini. Sebagai gantinya adalah sistem syariah yang secara pasti senantiasa akan mengkaitkan semua derap hidup manusia di semua aspek kehidupan dengan keimanan kepada Allah Swt. Disinilah relevansi kira sebagai kaum intelektual dan pelopor perubahan untuk menyerukan: Selamatkan Indonesia dengan Syariah. Bersihkan Indonesia dari birokrat yang korup.

Apakah yang membuat para bedebah itu makin kuat dan sulit disentuh hukum? Sebenarnya para bedebah itu tidak sekuat yang kira bayangkan sehingga sulit untuk dikalahkan (baca: diberantas). Namun mereka tetap kokoh dikursi kekuasaan itu akibat kesalahan kita sendiri karena lebih memilih diam daripada turun untuk menyuarakan ketidakadilan ini. Padahal kalau kita mau merunut pada reformasi 1998 dimana semua elemen pergerakan mahasiswa turun untuk melengserkan Soeharto yang sangat korup dan otoriter dari kursinya itu bisa terjadi. Jadi apa lagi yang anda tunggu…. Oleh karena itu Ganti Sistem dan Rezim itu merupakan suatu keniscayaan kecuali kita untuk memilih diam. Apakah kita masih mau berharap pada reformasi? Tentu saja tidak karena reformasi sudah mati, tapi jangan terlalu khawatir, masih ada ‘kakak’nya reformasi yaitu REVOLUSI. Sudah saatnya perubahan sistemik dan fundamental untuk Indonesia yang lebih baik.
Wallahu alam bishwab.
0 komentar more...

Looking for something?

Use the form below to search the site:

Still not finding what you're looking for? Drop a comment on a post or contact us so we can take care of it!

Links