Demo Blog

Intelektual Diujung Tanduk, Demoralisasi Didepan Mata.

by MembacaMenulisDiskusi on Nov.22, 2009, under


("Ayo bersatu kalahkan musuh… Satu Komando…Ambil semua perlengkapannya…kita dalam kondisi Siaga 1…")


Bagi teman-teman yang berada di kampus mungkin akhir-akhir ini mendengar kalimat tersebut. Ada apa dengan kalimat diatas, mungkin sudah menjadi rahasia umum bahwa kalimat diatas menandakan adanya suatu aktivas yang ‘sedikit’ geli jika disebutkan dikalangan kampus, ‘TAWURAN’. Tapi untuk memperhalus predikat mahasiswa sebaiknya kita menggunakan kata ‘KOMPETISI’ untuk menggantikan kata ‘ TAWURAN’ (cz penulis tidak terima kalau ‘tawuran’ dilekatkan dengan mahasiswa, walaupun faktanya begitu). Dalam tulisan kali ini kita tidak akan membahas oknum yang benar dan salah, tapi lebih melihat apa akar masalah yang menimbulkan ‘kompetisi’ antar mahasiswa.

Mari kita Sedikit mengingat konsep mahasiswa yang sering diajarkan oleh senior terdahulu ketika PPD-A, LK 1 dan sejenisnya; “Orang-orang yang berada di dalam kampus adalah orang-orang yang akan siap untuk melakukan suatu perubahan. Bahkan dalam kehidupan bermasyarakat, sering mengharapkan adanya suatu perubahan ditengah-tengah mereka dari kaum intelektual ini, karena mereka menganggap bahwa kampus adalah sebagai sarana dalam mengembangkan diri dan berbagai kreativitas untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih baik. Kampus adalah aset besar yang selalu dijadikan sebagai lahan perubahan dan kemajuan suatu bangsa. Banyak orang mengatakan, bahwa mahasiswa adalah agent of change atau agen perubahan. Artinya, setiap perubahan yang terjadi di masyarakat, baik perubahan itu parsial ataupun secara total pasti melibatkan para calon intelektual ini”.

‘Kompetisi’ antar mahasiswa untuk zaman ini sudah sangat akut dan terus menggerogoti kehidupan kampus. Inilah bentuk perubahan yang telah dilakukan oleh mahasiswa, perubahan dari kondisi buruk menuju lebih buruk lagi, bukankah itu bisa disebut perubahan. Memang sangat ‘betul’ apa yang diajarkan oleh senior kita bahwa mahasiswa adalah pelopor ‘perubahan’. Sekarang bukan hanya mahasiswa saja, tapi masyarakat mulai mencontohkannya juga. Kalau tidak percaya silakan ‘nongkrong’ didepan TV untuk melihatnya. Kampus adalah miniatur masyarakat, dimasyarakat ada pencuri dikampus juga ada, dimasyarakat ada penjudi dikampus juga ada, dimasyarakat ada koruptor dikampus juga ada, dimasyarakat ada kupu-kupu malam dikampus juga ada ayam kampus dan masih banyak lagi persamaaan-persamaannya. Tapi ingat dikampus ada satu hal yang tidak dimiliki oleh masyarakat sipil biasa, yaitu kampus tempat lahirnya suatu perubahan. Kampuslah menjadi standar moral paling akhir ketika moral suatu bangsa hancur.

Namun faktanya mahasiswa sudah kembali kepada kelompok ‘komunal primitif’ dimana menyelesaikan masalah hanya dengan satu metode yaitu ‘kompetisi’. Lebih anehnya lagi aktivitas ini seakan-akan sudah masuk ‘kalender akademik’ yang kejadiannya ada waktunya. Bahkan ada saja beberapa mahasiswa lama yang ber’dakwah’ bahwa ‘kompetisi’ merupakan ritual penting untuk memperkuat persatuan & solidaritas antar mahasiswa dalam kelompok tertentu (Hentikanlah menyebarkan aliran sesat dikalangan intelektual…cukuplah itu menjadi memori anda wahai mahasiswa lama…tidak perlu lagi menurunkan kepada generasi-generasi anda…berikanlah mereka Hikmah dari semua kejadian yang telah anda alami…bukannya mendorong kaum intelektual untuk melakukan aktivitas itu lagi).

Jika mau menelusuri term ‘Kompetisi’ yang sebenarnya lebih populer terjadi pada tahun 90-an menjadi trade marknya pelajar SMP-SMU, sekarang virus tersebut menjangkiti mahasiswa. Padahal mahasiswa yang identik dengan simbol perubahan intelektual muda, atau bisa disebut agent of change sudah sepantasnya memberikan contoh yang baik bagi bangsa. Apalagi secara historis, peran mahsiswa sangat substansial dalam membangun bangsa ini sejak zaman kemerdekaan hingga reformasi yang semakin terpuruk . Akan tetapi kemahasiswaan itu ternyata begitu mudahnya tercoreng hanya karena emosi, arogansi kekuasaan, kepentingan atau alasan solidaritas serta slogan-slogan ‘kosong lainnya’. Apa yang terjadi dengan mahasiswa kita? Padahal mereka sangat dikenal sebagai manusia rasional, akademis, menyelesaikan masalah secara arif, namun tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat, berulah dengan tindakan irrasional, tanpa berpikir akibat yang ditimbulkannya.

Penyebab terjadinya ‘kompetisi’ antara mahasiswa hanyalah hal-hal yang sepele misalnya saling ledek (baca: calla), efek kalah menang pertandingan olahraga antar fakultas, mengganggu cewek/mahasiswi beda fakultas atau beda universitas, senggolan kecil, tidak sopan saat lewat, efek yel-yel fakultas saat ospek, rebutan atribut warna, menyanyikan lagu pop yang diklaim milik sekelompok mahasiswa padahal lagu itu adalah lagu yang dikomersilkan di masyarakat. Begitu banyak lagi alasan-alasan bodoh dan tidak masuk akal lainnya yang bisa menjadi penyebab ‘kompetisi’. Inilah kemunduran berpikir mahasiswa akibat pengkaderan yang tidak progresif, transformatif & ideologis.

Begitu banyak pembenaran yang dilakukan oleh mahasiswa untuk melakukan aktivitas ini. Mulai dari kelompok yang sedikit ‘idealis’ yaitu untuk membuktikan rasa solidaritas, kelompok ‘pragmatis’ yaitu sekedar menyalurkan stress akibat tekanan akademik hingga kelompok ‘plagiator’ yaitu mencontohkan apa yang telah dilakukan oleh pendahulu-pendahulu kita alias kultur (Brak….). Mungkin kita tidak perlu mengomentri kelompok pragmatis & plagiator, biarkanlah mereka hancur dengan alasannya itu. Tapi untuk kelompok yang sedikit ‘idealis’ yang melakukan aktivitas ‘kompetisi’ atas dasar membangun solidaritas (keren sekali…). Memang kalau dilihat faktanya memang akan muncul ‘rasa solidaritas’ ketika bersama-sama mengalahkan ‘musuh’. Lihat saja semua individu saling bersatu dan bahu membahu serta cepat tanggap dalam merespon musuh yang datang, suasana kerja sama sangat terlihat. Mulai dari penyedia logistik (batu, kayu, dan lainnya) hingga militansinya yang selalu berada didepan untuk terus membakar semangat ‘prajuritnya’ agar tidak henti-hentinya menghujani lawan dengan batu. Kekompakan dan persaudaraan sangat terlihat jelas.

Bagi kawan-kawan mahasiswa yang masih memiliki hati nurani. Persatuan & solidaritas seperti itulah yang kalian inginkan. Solidaritas yang dibangun atas dasar adanya suatu tekanan atau ketertindasan hanyalah solidaritas yang semu, rapuh dan temporer serta menimbulkan kerusakan fisik maupun psikis. Solidaritas seperti itu bisa muncul takkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup dalam suatu kelompok tertentu. Saat itu, ‘naluri mempertahankan diri’ sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan eksistensinya (baca: ego kelompok), tempat mereka berada dan beraktivitas. Dari sinilah muncul ikatan itu, ikatan yang paling lemah dan rendah nilainya. (maaf mungkin agak sedikit kasar) Ikatan semacam ini muncul dalam dunia hewan serta senantiasa emosional sifatnya. Rasa persaudaraan (kerjasama & solidaritas) muncul ketika ada ancaman dari luar yang hendak menyerang. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan dipecundangi, sirnlah kekuatan itu. Karena itu, solidaritas seperi itu sangat rendah nilainya.

Ikatan seperti itu tidak layak dijadikan pengikat antar mahasiswa dalam kehidupannya yang penuh dengan nuansa intelektual & ilmiah. Ikatan yang benar untuk mengikat mahasiswa adalah ikatan pemikiran, inilah yang biasa disebut dengan ikatan ideologi. Untuk itu saya mengharapkan lembaga kemahasiswaan untuk melakukan suatu transformsasi model organisasi yang lebih mengarahkan mahasiswa untuk berjalan sesuai dengan fitrahnya.

Melihat gambaran diatas, bangsa Indonesia saat ini memang sedang dalam keadaan benar- benar sakit. Bahkan sakitnya sudah sangat akut dan perlu segera opname. Mahasiswa sebagai kaum intelektual saja sudah tidak mampu menjaga intelektualitasnya dalam menghadapi masalah, apalagi dengan masyarakat awam? Mahasiswa saja tidak mampu memecahkan masalah dengan cara elegan, bagaimana dengan masyarakat awam? Lalu apa yang bisa diharapkan dari para mahasiswa ini?. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pengurus lembaga kedepannya. Berbuatlah dan berkarya…Masa depan bangsa berada ditangan anda wahai kaum Intelek. Selalu optimis dan….KEEP ON FIGHTING TILL THE END.
Saatnya meng’INTELEKTUAL’kan kembali kaum INTELEKTUAL.
0 komentar more...

0 komentar

Posting Komentar

Looking for something?

Use the form below to search the site:

Still not finding what you're looking for? Drop a comment on a post or contact us so we can take care of it!

Links